tag:blogger.com,1999:blog-65701884808781062632024-03-19T04:05:11.751-07:00All About Yogyakartaagnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.comBlogger30125tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-17423467949266358682017-02-19T06:49:00.003-08:002017-02-19T06:49:31.363-08:00BAKMI SHIBITSU<b>Ketika Bakmi Bisu Membuat Anda Kehilangan Kata</b><br />
<div>
<div>
Bakmi Shibitsu menghadirkan pengalaman membisu ganda saat mencicipnya. Penjual yang bekerja tanpa kata menyiratkan etos kerja keras dan rasa bakmi yang sanggup membuat anda kehilangan kata singgah ke lidah.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLspFCGTSFhQNDRXoUjCv2ta4qKbUHsKSKbIv-FONGyswNu7L68alvcXpJ8EEVxisCYaoKjlg7EcWTsmeyDb4lxd_Lq2pwsWzmIotrU9UMEr19_A6RnQRasGlVa6pDu2exdhXln4YsV1dz/s1600/BAKMI+SHIBITSU.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="226" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLspFCGTSFhQNDRXoUjCv2ta4qKbUHsKSKbIv-FONGyswNu7L68alvcXpJ8EEVxisCYaoKjlg7EcWTsmeyDb4lxd_Lq2pwsWzmIotrU9UMEr19_A6RnQRasGlVa6pDu2exdhXln4YsV1dz/s640/BAKMI+SHIBITSU.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga makanan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 16.000 / porsi</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Raya Bantul 111, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Jika anda adalah salah satu penggemar berat bakmi, ketika sedang berada di Yogyakarta cobalah untuk mampir mengunjungi warung makan bakmi Shibishu yang terletak di Jalan Raya Bantul No.106. Tempat ini dapat ditempuh sekitar lima menit dari Malioboro, tepatnya 500 meter selatan Pojok Beteng Kulon. Jangan terkecoh oleh namanya yang agak berbau Jepang, bakmi ini dimiliki oleh orang Yogya asli dan sudah beroperasi sejak 25 tahun lalu.Warung makan ini adalah yang paling banyak dikunjungi dibandingkan warung-warung makan lain yang ada di sekitarnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain keramaiannya tersebut pada awalnya saya cukup bingung dengan apa yang akan saya temui di warung makan ini. Tempat ini terkenal dengan nama 'bakmi bisu'. Ada beberapa pikiran iseng saya berkenaan dengan istilah tersebut. Pertama, bakmi tersebut saking enaknya sehingga ketika mencobanya, kita akan membisu alias tidak bisa berkata-kata. Pikiran yang kedua, yang menjajakan bakmi ini alias si penjual adalah orang yang tuna wicara atau bisu. Saat memesan satu porsi bakmi goreng kepada seorang wanita paruh baya yang sedang meracik bumbu saya mengira tebakan iseng saya yang kedua sudah gugur, karena si ibu tersebut ternyata bisa bicara. Tapi kemudian pada akhirnya saya mengetahui satu dari dua tebakan saya ada yang benar, begini cerita lengkapnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain memesan bakmi goreng, saya juga memesan teh manis hangat sebagai pendamping makan. Saat menunggu pesanan tiba, perlahan saya mulai mengerti salah satu alasan kenapa tempat ini terkenal dengan nama bakmi bisu. Ternyata pelayan yang mendistribusikan pesanan ke para pelanggan adalah seorang wanita tuna wicara (bisu). Ada satu orang lagi yang membantu ibu peracik dan pemasak bakmi yang sepanjang pengamatan saya juga 'membisu' atau tidak bicara sepanjang melakukan pekerjaannya sebagai pengipas bara api di anglo.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Cukup lama pesanan saya tiba. Bisa dimaklumi karena warung ini hanya menggunakan sebuah anglo berbahan bakar arang untuk memasak semua pesanan pelanggannya. Sambil menunggu pesanan bakmi, suguhan yang datang terlebih dahulu adalah teh manis hangat. Cukup berbeda dari tempat lain yang menyajikan teh hanya dengan menggunakan gelas. Di sini juga diberi tambahan sebuah teko kecil untuk jog jika air teh yang ada di gelas sudah habis. Selain berbeda dalam penyajian, teh ini juga berbeda dalam hal rasa jika dibandingkan dengan teh di tempat lain. Sruputan pertama ketika mencecap teh ini meninggalkan sensasi tersendiri. Jika boleh meminjam tag line sebuah produk teh, ini adalah sensasi wasgitel (wangi, sepet, legi, dan kentel). Aroma yang keluar dari panasnya kopi menimbulkan wangi aroma teh yang khas. Warna teh yang coklat kehitaman menunjukkan kekentalan dan rasa sepet yang membekas di ujung lidah. Kemudian dilengkapi dengan manis yang elegan dari gula batu yang dicelupkan ke dalam teh. Sudah lama saya tidak merasakan teh yang seperti ini. Terakhir, saya mencicipi teh yang enak beberapa tahun yang lalu ketika melakukan penelitian sosial budaya di daerah Tegal Utara.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah hampir 20 menit menunggu akhirnya pesanan bakmi goreng saya diantar oleh si wanita bisu. Tampilan bakmi goreng ini sekilas hampir sama dengan bakmi di tempat lain, hanya saja warnanya lebih terang sedikit mungkin karena tidak terlalu banyak menggunakan kecap. Bakmi ini terbuat dari dua jenis mi, yakni mi kuning dan bihun. Kemudian dilengkapi dengan potongan-potongan kecil daging ayam dan seledri. Suapan pertama ketika mencoba bakmi bisu ini membuat saya hampir kehilangan kata. Bumbu yang menyelimuti bakmi ini amat terasa tebal dan meresap ke dalam mi. Sekilas rasa mi ini seperti agak berlebihan bumbu, namun itu semua hilang ketika disusul oleh suapan-suapan selanjutnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di meja penyajian juga disediakan cabe rawit yang sangat nikmat jika diceplus berbarengan dengan mi. Hal yang tidak terlupakan dari makan di bakmi bisu ini adalah ketika setelah selesai makan mi dilanjutkan dengan teh panas wasgitel. Dua hal ini-mi dan teh- seakan saling melengkapi dengan kelebihannya masing-masing untuk menjadikan pengalaman wisata kuliner yang sulit dilupakan bagi anda. Pada akhirnya, saya cukup senang karena dua tebakan saya di awal tulisan ada yang benar. Bakmi Shibishu membuat saya kehilangan kata dan membisu untuk sesaat karena kelezatannya.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/bakmi-shibitsu/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-89154301610776358032017-02-19T06:45:00.000-08:002017-02-19T06:45:01.002-08:00THIWUL YU TUM<b>Panganan Jelata yang Naik Kasta</b><br />
<div>
<div>
Tekstur pulen dan lembut, ditambah inovasi bermacam rasa, membuat thiwul tak lagi jadi makanan kelas dua. Statusnya berubah, yang semula menjadi makanan jaman penjajahan, kini menjadi buruan wisatawan.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDfyukcgPsD6Lj6Mx_MBfOlIfPkTqsKI0-ZWFHtcJkS6kM0rxHT_MXhnBDVFzVYQQMoLOcUxXt1Sr2yTpQPgo6jd63YX77uNAwIKfBwNQYtDHQAoTG8Hy8WTdRpuTvHGCmSTKjmYgLTX4v/s1600/THIWUL+YU+TUM.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDfyukcgPsD6Lj6Mx_MBfOlIfPkTqsKI0-ZWFHtcJkS6kM0rxHT_MXhnBDVFzVYQQMoLOcUxXt1Sr2yTpQPgo6jd63YX77uNAwIKfBwNQYtDHQAoTG8Hy8WTdRpuTvHGCmSTKjmYgLTX4v/s640/THIWUL+YU+TUM.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga makanan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 6.000 - 24.000</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 06.00 - 20.30 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Pramuka 36 Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
"orang bilang tanah kita tanah surga,</div>
<div>
tongkat kayu dan batu jadi tanaman"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lirik lagu Kolam Susu yang dilantunkan oleh Koes Plus tadi sepertinya tepat untuk melukiskan Gunungkidul. Perbukitan tandus dipenuhi batuan karst menjadi pemandangan jamak di sebagian besar wilayahnya. Namun, bukan berarti penduduk di sini kehilangan akal untuk memenuhi kebutuhan perut. Dengan menancapkan batang singkong atau ketela pohon (Manihot) di tanah bebatuan, penduduk Gunungkidul bisa memanen hasilnya lalu mengolah menjadi makanan bernama thiwul. Dibawa dari Brazil dan diperkenalkan oleh orang Portugis ke Nusantara di abad 16, singkong cocok ditanam di Gunungkidul yang tandus.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Thiwul pernah menjadi makanan pokok Gunungkidul di era penjajahan Jepang sebagai pengganti beras yang sulit didapat. Sifatnya yang mengembang ketika sampai di perut membuat si penyantap menjadi cepat kenyang, hal itu menguntungkan di jaman penjajahan yang situasinya serba susah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kini, thiwul bukan lagi makanan pokok Gunungkidul, posisinya berganti menjadi kudapan atau jajanan pasar. Salah satu penjual thiwul yang legendaris adalah Tumirah. Sudah 28 tahun sejak tahun 1985, Yu Tum, panggilan akrabnya, menjual thiwul. Berawal dari berjualan keliling kampung, saat ini Yu Tum yang usianya hampir sepuluh windu sudah mempunyai 3 gerai yang ditangani oleh menantunya. Gerai sekaligus dapur utamanya terletak di Jalan Pramuka no.36, sebelah Balai Desa Wonosari. Meninggalkan stigma panganan jaman Jepang, thiwul semakin dilirik para pelancong yang berkunjung ke Gunungkidul.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Thiwul Yu Tum memang istimewa. Tumbukan gapleknya halus, sehingga bila matang ditanak terasa lembut di mulut, mirip tekstur roti. Selain itu, Yu Tum juga menambahkan gula Jawa sebagai pemanis. Sementara parutan kelapa yang menjadi pendamping setianya, semakin menambah rasa gurih. Paduan yang pas! thiwul bisa dinikmati langsung sebagai kudapan, bisa juga dijadikan nasi yang disantap bersama sambal bawang dan sayur lombok ijo. Lauk gathot dan belalang goreng khas Gunungkidul pun bisa jadi alternatif pilihan. Semuanya tersedia di tempat Yu Tum. Ada juga thiwul rasa keju dan coklat yang harus dipesan terlebih dahulu untuk bisa mencicipnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Cara membuat thiwul adalah dengan menjemur umbi ketela pohon sampai menjadi gaplek (singkong kering), kemudian menumbuknya hingga hancur, dan terakhir dikukus. Sampai sekarang, Yu Tum masih memakai tungku tradisional berbahan bakar kayu yang disebut luweng, kuali dari logam, dan kukusan kerucut dari bambu. Ciri pawon tradisional Jawa yang kini telah jarang ditemui. Hal ini tetap dipertahankan untuk selalu menjaga citarasa hasil olahannya. Sementara kukusan berbentuk kerucut difungsikan untuk mencetak thiwul yang berbentuk gunungan. Bila ingin membawa pulang sebagai buah tangan, Yu Tum telah menyiapkan besek bambu untuk membungkus gunungan thiwul.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain thiwul, Yu Tum juga mengolah ketela menjadi beberapa makanan lain. Sebut saja gathot, keripik, dan yang terbaru adalah gethuk goreng. Tersedia pula thiwul instan yang bisa dikukus sendiri di rumah. Kemampuan penduduk Gunungkidul mengolah hasil buminya memang luar bisa. Meskipun cenderung tandus dan sulit ditanami, terbukti tetap menghasilkan makan lezat nan bergizi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gunungkidul memang tanah surga, tongkat dan batu bisa disulap jadi tanaman. Jangan-jangan Yok Koeswoyo sang pencipta lagu Kolam Susu itu mendapat inspirasi dari thiwul Gunungkidul.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/thiwul-yu-tum/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-2648634248831278942017-02-18T16:39:00.001-08:002017-02-18T16:39:16.154-08:00PECEL BAYWATCH<b>Menyantap Pecel Kembang Turi Racikan Mbah Warno "Anderson"</b><br />
<div>
<div>
Jika saat mengunjungi Kasongan anda tiba-tiba diserang lapar setelah seharian mencari kerajinan gerabah, tak perlu panik karena Mbah Warno "Anderson" siap menyelamatkan anda dengan 'pecel Baywatch'</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAfTwE_xnEDK0c7vIBVDPuVtxohodh_Xr2X2VyZt4wdGbF1GKeWAyQ6e3t1jFPqTEPJuDxdcjb7YNAosasp5UbC3daM51d5nfQPwP58EXFvJOfmDNW3KJ7z9fXbIpH1uDIGltvwxdw_4bd/s1600/PECEL+BAYWATCH.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAfTwE_xnEDK0c7vIBVDPuVtxohodh_Xr2X2VyZt4wdGbF1GKeWAyQ6e3t1jFPqTEPJuDxdcjb7YNAosasp5UbC3daM51d5nfQPwP58EXFvJOfmDNW3KJ7z9fXbIpH1uDIGltvwxdw_4bd/s640/PECEL+BAYWATCH.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga makanan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 3.000 - 15.000</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Kasongan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Semula saya sempat bingung dengan julukan Pecel Baywatch yang disandang oleh pecel Mbah Warno. Terlintaslah imajinasi nakal tentang sosok penjual pecel yang mengenakan bikini seperti Mbak Pamela Anderson atau setidaknya warung ini berada di pinggir pantai. Ternyata salah semua. Beginilah cerita lengkapnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Warung Mbah Warno terletak di daerah Kasongan, tepatnya berada di jalan menuju Gunung Sempu. Warung yang sudah berdiri sejak 35 tahun lalu ini sangat sederhana. Papan nama warung pecel Mbah Warno ini hanya berukuran 30 x 20 cm2 yang pasti terlewat jika tak benar-benar memerhatikannya. Interior warung diisi oleh perabot yang fungsional dan apa adanya. Hanya terdapat beberapa meja dan kursi kayu serta satu dipan bambu. Di belakang meja tempat meletakkan dagangannya, terdapat dapur berisikan beberapa anglo yang selalu mengepulkan asap. Sebuah posisi yang tak disengaja sebenarnya, sebab dapur dalam konsep Jawa biasanya terletak di bagian belakang. Mbah Warno meletakkan dapur di bagian depan warung pasca gempa Mei 2006 yang meruntuhkan bangunan rumahnya. "Belum punya uang untuk membangun dapur baru", ujarnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mbah Warno menjajakan menu utama pecel dengan beragam lauk sebagai pengiringnya. Mulai dari lele dan belut goreng kering, tahu bacem, mangut belut (belut bersantan yang dibumbui cabai), hingga bakmi goreng. kami memesan semuanya agar dapat merasakan aneka rasa masakan Mbah Warno ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sambil menunggu, pikiran saya melayang menelusuri asal-usul pecel yang sama tidak jelasnya dengan soto. Banyak daerah di Jawa memiliki pecel dengan ciri khasnya masing-masing, misalnya Pecel Madiun, Pecel Blitar, Pecel Madura, Pecel Slawi dan lain-lain. Namun setidaknya, seorang sejarawan Belanda bernama H.J Graaf pernah mengungkapkan bahwa ketika Ki Ageng Pemanahan melaksanakan titah Sultan Hadiwijaya untuk hijrah ke hutan yang disebut Alas Mentaok (sekarang Kotagede), rombongan beliau disambut masyarakat di pinggir Sungai Opak dan dijamu dengan berbagai jenis masakan, termasuk pecel.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lamunan saya terputus saat pecel dan beberapa makanan pengiring tiba di meja. Seporsi pecel, lele goreng, dan tahu bacem seolah menantang untuk secepatnya dinikmati. Terdapat empat jenis sayuran dalam hidangan berlumur bumbu kacang ini yakni daun bayam, daun pepaya, kembang turi (Sesbania grandiflora), dan kecambah / taoge. Kita akan disergap rasa manis dari bumbu kacang yang menggelitik lidah. Saat menguyah kembang turi yang agak getir, rasa manis tadi berpadu sehingga menghasilkan kelezatan yang sulit diungkapkan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pecel dengan kembang turi merupakan ciri khas pecel "ndeso". Jaman sekarang sudah sulit untuk menemukan penjual pecel seperti ini. Konon kembang turi memiliki khasiat meringankan panas dalam dan sakit kepala ringan. Jadi tidak heran bila orang Jawa, India, dan Suriname (masih keturunan Jawa juga sih, hehehe) sering menyantap kembang turi muda sebagai sayuran.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pecel akan bertambah nikmat jika ditambah dengan lele goreng atau tahu bacem. Lele goreng di tempat ini dimasak hingga kering sehingga crispy ketika digigit. Sedangkan tahu bacem yang berukuran cukup besar dapat dinikmati sebagai cemilan bersama cabai rawit. Selain itu juga terdapat hidangan lain seperti belut goreng dengan dua variasinya. Pertama, belut goreng kering yang berukuran kecil dan belut goreng basah yang lebih besar. Ada juga bakmi goreng dan mangut belut bagi anda yang menggemari makanan pedas. Asap dari anglo menambah sensasi rasa dari hidangan di warung ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Entah karena kenyang atau efek kembang turi, selesai makan kepala saya terasa lebih cerdas dari biasanya. Sambil ngobrol ringan dengan Mbah Warno dan asistennya, saya jadi paham kenapa pecel di tempat ini dijuluki Pecel Baywatch. Hal itu karena Mbah Warno dan asistennya selalu mengenakan sejenis baju yang disebut kaus kutang. Pakaian yang sangat nyaman untuk dikenakan di tengah udara pedesaan Kasongan Bantul yang kering dan panas.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Walau penjual pecel ada dimana-mana, Pecel Baywatch tetap menawarkan sesuatu yang lain bagi anda. Sebuah kombinasi kelezatan makanan, suasana pedesaan yang kental, dan keramahan Mbah Warno "Anderson".</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/pecel-baywatch/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-39966848793538700602017-02-18T16:17:00.004-08:002017-02-18T16:17:57.020-08:00SOP MERAH BU ASIH<b>Sensasi Pedas Gurih yang Bikin Nagih</b><br />
<div>
<div>
Jika biasanya sop disajikan hanya dengan kuah bening nan gurih, lain cerita dengan sop racikan Bu Asih. Kuah sop berwarna merah hasil pencampuran pasta cabai ini membuat pelanggannya ketagihan dengan perpaduan cita rasa gurih dan pedas yang pas.</div>
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcFOxjpRVIulbwbLpCL7kEfoivVWZ6qx2hW0LQJrHMxh5N61glrii4Drr9v8XI6Fi3pcw_x1jR-xzq7tzR61hQdaguVHBB4pPsuPmZu8dJvel5fGb4U1s486wczutiYwyHm9M2_xdc4ilX/s1600/SOP+MERAH+BU+ASIH1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcFOxjpRVIulbwbLpCL7kEfoivVWZ6qx2hW0LQJrHMxh5N61glrii4Drr9v8XI6Fi3pcw_x1jR-xzq7tzR61hQdaguVHBB4pPsuPmZu8dJvel5fGb4U1s486wczutiYwyHm9M2_xdc4ilX/s640/SOP+MERAH+BU+ASIH1.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 17.00 - 21.00 WIB</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Kolonel Sugiono 74, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Warung sederhana di salah satu sudut Pertigaan Lampu Merah Tungkak mulai terlihat ramai sejak dibuka sekitar pukul 5 sore. Beberapa orang karyawan berseragam hijau dengan cekatan melayani pembeli, mondar-mandir mengantarkan pesanan ke meja-meja di warung yang tak terlalu besar tersebut. Tak ada papan nama satu pun terlihat dipasang di area warung ini. Namun para pelanggannya biasa menyebutnya dengan nama Warung Sop Merah Bu Asih atau Warung Sop Merah Tungkak, sesuai dengan nama pemilik dan lokasi warung kecil ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tak mau membuang waktu lebih lama, kami pun segera bergabung dalam antrian para pembeli yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa. Seorang karyawan dengan sigap mencatat pesanan pembeli dari balik kasir. Di depannya berjejer baskom berisi potongan-potongan bagian daging ayam yang siap dijadikan tambahan isian dalam mangkuk-mangkuk sop pesanan. Ketika tiba giliran kami, si ibu segera memberikan nomor antrian beserta sebuah piring plastik. Piring ini digunakan untuk memilih beraneka potongan ayam yang ingin ditambahkan sesuai selera.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sembari memilih bagian ayam untuk ditambahkan dalam sop, kami pun bertanya sedikit tentang sejarah warung yang berdiri sejak 1993 ini. Sambil menyuwir daging ayam pesanan pelanggan lain, Bu Asih pun bertutur singkat tentang asal mula warung miliknya ini, "Dulu awalnya ndak jualan sop aja, mbak. Ada nasi goreng, mie goreng, mie rebus juga. Tapi yang paling laku sop-nya".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah memesan, kami pun segera memenuhi tempat duduk kosong di bagian dalam warung yang hanya tinggal beberapa. Ternyata kami datang di saat yang tepat, ketika pembeli belum terlalu ramai karena puncak kepadatan biasanya sekitar pukul 18.00 ke atas. Bahkan jika pembeli sedang padat-padatnya, 10 orang karyawan Bu Asih pun merasa kewalahan. Tak heran jika motto "Sabarlah mengantri" diperuntukkan bagi pelanggan di warung ini. Karena banyaknya pelanggan dan padatnya pembeli ini pula lah yang membuat Bu Asih memutuskan untuk tidak menerima pesanan via telepon.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Memang ndak ada telepon, mbak. Di sini kan ramai banget, ndak sempat kalau harus ngangkat-ngangkat telepon. Kasian juga yang ngantri langsung datang ke sini kalau harus melayani pesanan telepon", tutur Bu Asih menjelaskan pada kami saat ditanya tentang kontak telepon.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tak perlu waktu lama, sop pesanan kami pun datang bersama sepiring nasi dan teh hangat. Aroma khas kaldu menguar bersamaan dengan asap tipis dari mangkuk-mangkuk sop yang terhidang di meja, membuat kami semakin tak sabar untuk mencicipi rasanya. Suwiran daging dan ceker ayam yang tadi kami pilih memenuhi mangkuk bersama telur rebus, potongan kubis, wortel, seledri, daun bawang, serta kuah sop berwarna merah. Seperti namanya sop ayam racikan Bu Asih memang punya ciri khas berupa kuah berwarna merah hasil pencampuran pasta cabai. Karena itulah cita rasanya pun tidak hanya gurih seperti sajian sop pada umumnya tapi juga pedas. Tak hanya sop berkuah merah, Bu Asih juga menyediakan menu sop berkuah bening tanpa tambahan pasta cabai jika ingin menikmati sop yang tidak pedas.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain kuah merahnya, isian sup yang bisa dipilih sesuka hati juga memberikan kesan tersendiri di kalangan pelanggannya, hingga mereka rela kembali lagi meski harus mengantri panjang. Seperti kata Agil, mahasiswa lulusan UGM yang mengaku ketagihan dan sudah bolak-balik menikmati kuliner Sop Merah hingga tak terhitung berapa kali ia menyambangi warung makan ini. "Soalnya enak, seger-seger panas gitu dan pedas juga. Isiannya banyak dan bisa milih sesuai selera", ujarnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Gerimis tipis yang turun rintik-rintik di luar warung menambah sensasi nikmat ketika suapan demi suapan sop hangat mulai kami cicipi. Sop memang paling cocok dinikmati hangat-hangat di kala cuaca dingin seperti saat musim hujan. Kuliner yang satu ini pun dipercaya sebagai salah satu makanan yang mampu mencegah efek samping flu seperti hidung tersumbat serta sakit tenggorokan karena memiliki sifat anti-inflamasi. Selain itu, campuran sayur-sayuran serta kaldu dalam sop pun bisa meningkatkan rehidrasi dan nutrisi di dalam tubuh. Mantap, kan?</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/sop-merah-bu-asih/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-74388132223190883722017-02-18T16:01:00.002-08:002017-02-18T16:02:05.324-08:00AYAM GORENG MBAH CEMPLUNG<b>Dari Dusun Semanggi, Mbah Cemplung Lawan Ayam Krispi</b><br />
<div>
<div>
Di tengah menjamurnya restoran cepat saji dengan menu ayam krispi, Mbah Cemplung tetap bertahan dengan ayam goreng rumahan sebagai menu andalan. Hadir dengan cara tradisional dan sederhana, ayam krispi pun ia lawan.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXig7g5tv1AVYzNPetMwEyPGNlQMycCKb6p4mrqLkciYB2w6bz8qDDObgJixYqv2J0geOTCSoiGzZv1gQJo3sSM0eY-dg3cDkPsapLk5oP3qO1EF9Tg-rGxXRX1cesX4nNKAQuLYGbqFrh/s1600/AYAM+GORENG+MBAH+CEMPLUNG.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="358" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXig7g5tv1AVYzNPetMwEyPGNlQMycCKb6p4mrqLkciYB2w6bz8qDDObgJixYqv2J0geOTCSoiGzZv1gQJo3sSM0eY-dg3cDkPsapLk5oP3qO1EF9Tg-rGxXRX1cesX4nNKAQuLYGbqFrh/s640/AYAM+GORENG+MBAH+CEMPLUNG.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = Rp 25.000 - 45.000 / porsi</div>
<div>
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = Rp 100.000 - 180.000 / ayam utuh</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 17.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Sendang Semanggi, Bantul, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sebuah papan kecil penunjuk arah bertuliskan "Ayam Goreng Mbah Cemplung" akhirnya kami temukan setelah lebih dari satu jam berputar-putar kebingungan. Halaman parkir yang dua kali lebih luas dari tempat makan menyambut kedatangan kami. Beberapa spanduk besar berisi iklan yang menyatut nama Ayam Goreng Mbah Cemplung tampak mengisi dinding bagian luar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Seorang wanita mempersilakan kami untuk masuk ke kedai yang sudah berdiri sejak tahun 1980 ini. Meja dekat pintu masuk menjadi pilihan kami. Dari sini, semua aktivitas baik di luar maupun di dalam terlihat jelas. Ternyata panduk-spanduk iklan tak hanya ada di bagian luar, melainkan juga di tiap sisi dinding dalam ruangan. Dinding semi permanen ini bagaikan sebuah tayangan televisi dengan rating tinggi yang membuat beberapa produk barang dan jasa berlomba untuk mendapatkan tempat beriklan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lima belas menit menunggu, akhirnya pesanan pun datang. Ayam kemanggang goreng bersanding dengan sepiring nasi putih pulen, sambal, serta lalapan segar tersaji dihadapan kami. Warnanya kuning keemasan dan menggugah selera. Sempurna. Inilah menu sederhana yang menjadi alasan dibalik melegendanya nama Mbah Cemplung di kancah perayamgorengan Jogja. Gurih dan empuknya daging ayam goreng kampung di sini juga menjadi alasan mengapa banyak orang rela 'blusukan' hingga ke kaki Gunung Sempu demi seporsi ayam goreng.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tak ada proses khusus untuk membuat ayam goreng lezat ini meng-Indonesia dan dikenal oleh banyak orang dari luar Jogja. Kuncinya hanya sebuah resep keluarga yang diracik sempurna sejak 34 tahun silam. Ayam kampung kemanggang berusia tak lebih dari 3 bulan diungkep dua kali agar bumbu semakin meresap dan daging menjadi lebih empuk. Proses terakhir adalah dengan mencemplungkan ayam ke dalam minyak panas sebentar saja, sebelum akhirnya bertahta di atas piring, terhidang di atas meja dan tandas seketika.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tak ada istilah tersisa di tempat makan ini. Semua ayam selalu ludes terjual. Dalam satu hari, Ayam Goreng Mbah Cemplung bisa menyajikan sekitar seratus ekor ayam goreng menggoda. Wajar saja, hanya selama kurang lebih satu jam berada di sini, entah sudah berapa puluh orang yang datang dan pergi. Mobil-mobil dengan plat dalam dan luar kota pun bergantian parkir di luar sana. Bahkan beberapa kali, antrian sempat terlihat mengular di bagian kasir.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dari Dusun Semanggi, Mbah Cemplung mencoba melawan dominasi ayam krispi. Resep rumahan yang semula biasa saja ini kini tak henti dicari. Meskipun lokasinya jauh dari kata tempat strategis namun tetap laris. Kedainya sederhana namun melegenda.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/ayam-goreng-mbah-cemplung/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-4882891740172750852017-02-18T15:48:00.001-08:002017-02-18T15:48:52.569-08:00SAOTO BATHOK MBAH KATRO<b>Sensasi Sebathok Soto Sapi di Dekat Candi</b><br />
<div>
<div>
Menikmati kesegaran sebathok saoto racikan Mbah Katro dengan suasana "ndeso" yang asri adalah pilihan tepat setelah kita menikmati keindahan arsitektur Candi Sambisari.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid7jBF795oLdKbrlIo54szBsvVBOLnMonyFMdRYnF29Y79D60kFEt2HMkWTPz3w0XaBG1hpWrubSSFf3YC4osbDSNhnKlFxVlSDgsQf5vmyOoyUiziUiAiRPmsr2oPGmX4orw_83kshqwf/s1600/SAOTO+BATHOK+MBAH+KATRO.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid7jBF795oLdKbrlIo54szBsvVBOLnMonyFMdRYnF29Y79D60kFEt2HMkWTPz3w0XaBG1hpWrubSSFf3YC4osbDSNhnKlFxVlSDgsQf5vmyOoyUiziUiAiRPmsr2oPGmX4orw_83kshqwf/s640/SAOTO+BATHOK+MBAH+KATRO.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = Rp 5.000 / porsi</div>
<div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 06.00 WIB - habis</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Candi Sambisari, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Menyusuri sepanjang jalan bersemen di sebelah situs Candi Sambisari ke arah utara, akan kita temukan deretan saung-saung bambu yang berjejer rapi di pinggir sawah. Sebuah papan petunjuk menjelaskan tempat apakah sebenarnya kompleks saung bambu itu. Membaca papan petunjuk yang bertuliskan "Saoto Bathok Mbah Katro", yang terlintas di pikiran saya pertama kali adalah soto dengan mangkok bathok atau tempurung kelapa. Tapi kenapa penulisannya "saoto" dan bukan "soto"? Sempat terpikir ada kesalahan penulisan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mengintip sedikit tentang soto dan sejarahnya, ternyata saoto adalah sebutan lain untuk soto yang digunakan di daerah Solo dan bukan karena kesalahan penulisan. Sebutan soto yang beragam adalah hasil karya masyarakat kita yang suka mengucapkan istilah-istilah seenak lidah. Kuliner soto yang didirikan Mbah Katro akhir tahun lalu ini memang mengusung genre soto Solo, sehingga penamaannya pun memakai istilah daerah asalnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebelum memasuki kompleks saung bambu, kami berhenti di saung bambu utama untuk memesan soto daging sapi, menu satu-satunya yang ditawarkan Mbah Katro. Namun untuk teman makannya bisa memilih tempe goreng, sate usus atau sate telur puyuh yang di bumbu bacem.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Memasuki deretan saung-saung bambu kita bisa memilih ingin duduk di lesehan dengan tikar atau duduk di bangku bambu. Dari tempat kami duduk, Candi Sambisari tampak mengintip dengan puncaknya (Candi Sambisari terletak 6,54 m di bawah permukaan tanah, jadi meskipun dekat hanya terlihat puncaknya). Di kompleks saung bambu itu kita bisa menemukan rawa buatan, ayunan dan jugkat-jungkit sederhana yang terbuat dari bambu. Sebuah pelengkap yang pas dengan pemandangan sawah sebagai background utamanya. Jika sedang beruntung kita akan menemukan burung bangau terbang rendah di sekitar area persawahan. Pemandangan yang tak biasa inilah yang menjadi daya tarik Saoto Bathok.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Seolah sudah diatur waktunya, pesanan pun datang setelah kami puas menikmati pemandangan. Asap tipis mengepul dari mangkok-mangkok bathok yang berisi soto daging sapi lengkap dengan nasi. Sambal, irisan jeruk nipis dan tempe yang kami pesan disajikan dalam piring-piring tanah liat berukuran kecil. Penyajian Saoto Bathok memang berkesan tradisional dan unik. Sangat cocok dengan tempat dan suasana alam pedesaannya yang kental.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Segar dan tidak berlemak adalah sensasi pertama yang kita rasakan ketika mencicipi kuah Saoto Bathok yang bening. Sudah menjadi ciri khas soto Solo yang lebih menonjolkan rasa segar perpaduan kuah bening dan kecambah daripada rasa rempah yang dominan seperti kuliner soto kebanyakan. Soto akan semakin nikmat ketika ditambahkan perasan air jeruk nipis dan memakannya bersama tempe goreng. Bisa juga ditambah sambal dan kecap.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Usai menandaskan sebathok saoto, iseng saya bertanya pada bapak-bapak yang sedang meracik soto. Siapa yang menyangka sang bapaklah yang bernama Mbah Katro. Padahal jika dilihat dari penampilannya Mbah Katro masih terlalu muda untuk dipanggil "mbah" (sebutan kakek dalam bahasa Jawa). Mbah Katro yang sebelumnya adalah pegawai hotel, memutuskan pensiun dini dan menyulap lahannya menjadi warung soto. Ternyata keputusan Mbah Katro untuk pensiun dini adalah keputusan yang tepat. Terbukti meskipun di Jogja banyak kuliner soto yang sudah melegenda, Saoto Bathok Mbah Katro tetap memiliki banyak peminat.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/saoto-bathok-mbah-katro/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-1952309162895170332017-02-18T15:39:00.002-08:002017-02-18T15:39:51.716-08:00THE WAROENG OF RAMINTEN<b>Menunya Nyentrik Namun Bikin Kangen</b><br />
<div>
<div>
Di tengah suasana sejuk yang dihembuskan lereng Merapi, seporsi ayam koteka telah siap dinikmati. Diiringi suara gamelan yang memecah sunyi, berbagai hidangan lezat dengan nama nyentrik lain pun menanti untuk dicicipi.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSJfLyoS0iLRBFLH3dh2IhithYMVeg1X-gfjuEuIXGSNClgnSI1SAHnUGrWChOpwcUDRhkemuVWYYJvc6X13KTysMIDkbt_enCzStVtJ29zQB3LSAkmFLR8z2j2YzVqOti0evI2iFMFHPH/s1600/THE+WAROENG+OF+RAMINTEN.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="392" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSJfLyoS0iLRBFLH3dh2IhithYMVeg1X-gfjuEuIXGSNClgnSI1SAHnUGrWChOpwcUDRhkemuVWYYJvc6X13KTysMIDkbt_enCzStVtJ29zQB3LSAkmFLR8z2j2YzVqOti0evI2iFMFHPH/s640/THE+WAROENG+OF+RAMINTEN.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = Rp 2.000 - 20.000 / porsi</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 10.00 - 24.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. Kaliurang Km. 15.5, Sleman, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Pernah mendengar nama The House of Raminten? Bagi mereka yang tinggal atau sering berkunjung ke Jogja, nama itu pasti sudah tak asing lagi. Tempat makan yang berada di Kotabaru tersebut tergolong unik dan menjadi salah satu ikon kuliner Jogja. Sehingga tak heran bila The House of Raminten selalu ramai dikunjungi para pemanja lidah. Bahkan, mereka rela membiarkan namanya tertulis di daftar tunggu hanya demi seporsi nasi kucing atau segelas es kelapa muda dalam gelas raksasa.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bila tak ingin menunggu karena urusan perut memang tak bisa diganggu, cobalah datang ke The Waroeng of Raminten yang berada di Jalan Kaliurang. The Waroeng of Raminten merupakan salah satu cabang dari The House of Raminten dengan konsep tempat yang sedikit berbeda. Jika biasanya di The House of Raminten pengunjung akan kesulitan memesan tempat untuk rombongan besar, maka di tempat ini, ada dua buah rumah limasan yang dapat digunakan untuk rombongan. Masuk ke dalamnya, suasana Jawa yang begitu kental langsung terasa. Harum dupa bercampur bunga mawar yang khas menyeruak. Para pelayan yang berpakaian tradisional, furnitur hingga pernak-pernik yang mempercantik tiap ruangan terlihat unik dan tak biasa untuk sebuah tempat makan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sore itu, sepulang dari menjelajah Jogja utara, kami memutuskan mampir ke The Waroeng of Raminten. Mendung yang bergelayut menambah sejuk suasana. Kami memilih untuk duduk di dalam, dekat limasan. Tak mau menunggu lama, daftar menu yang diberikan ketika masuk tadi langsung kami buka. Keunikan tempat makan ini ternyata tak terbatas pada desain interiornya saja, cobalah tengok apa yang ada di daftar menu mereka. Perawan tancep, es krim goreng, wedhang katresnan dan puluhan menu nyentrik beserta foto cara penyajiannya mengisi tiap sisi buku menu tersebut. Karena sedikit bingung dengan maksudnya, kami memanggil seorang pramusaji untuk menjelaskannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah menu-menu yang kami pesan terhidang, barulah kami benar-benar mengerti mengapa banyak orang datang kemari. Tak hanya sekedar tempatnya yang menarik dan unik, namun penyajiannya pun tak kalah asik, terutama minumannya. Minuman-minuman ini disajikan dalam gelas-gelas porsi besar yang bentuknya pun tak biasa. Lihat saja gelas wedang uwuh yang kami pesan, porsinya jumbo dan bentuknya unik bukan? Tak hanya itu saja, seporsi es krim goreng dan ayam koteka pun tak luput dari perhatian. Roti goreng kuning keemasan yang hangat dan kering ini tampak begitu menggoda. Jangan bayangkan gula merah atau kacang hijau yang mengisinya, melainkan satu scoop es krim stroberi dingin dan lembut. Sementara itu, ayam koteka yang datang pun terlihat begitu eksotis. Namanya mengingatkan kita pada salah satu pulau di timur Indonesia, Papua. Ayam koteka ini terbuat dari cincangan daging ayam yang dipadukan dengan telur dan daun bawang, kemudian digoreng dalam bambu. Jelas saja ia berhasil menggoyang lidah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ayam koteka, es krim goreng dan teman-temannya telah berhasil memanjakan lidah kami. Menu-menu nyentrik ini sukses menjadi pengisi tenaga untuk perjalanan pulang. Meskipun hari mulai gelap dan perut telah kenyang, tapi rasanya kami tak ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini. Bagaimana tidak, semakin malam suasananya semakin romantis. Lilin-lilin terlihat menyala di tiap meja dan sinar temaramnya membius siapa saja untuk melanjutkan obrolan. Menu nyentrik dengan suasana klasik nan romantis seperti ini tak ayal membuat banyak orang kangen ingin kembali ke The Waroeng of Raminten.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/the-waroeng-of-raminten/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-57069827864656896072017-02-18T15:08:00.000-08:002017-02-18T15:08:28.359-08:00ANGKRINGAN LIK MAN<b>Menikmati Malam di Yogyakarta bersama Kopi Joss</b><br />
<div>
<div>
Angkringan Lik Man dikelola oleh putra Mbah Pairo, penjual angkringan pertama di Yogyakarta. Memiliki minuman khas Kopi Joss, angkringan ini pernah menjadi tempat melewatkan malam sejumlah tokoh terpandang di Indonesia.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXY2sbUOtFJz-coqgjdi1GPLdlr05z4qaOk1LI400lkb2B5XhN5d0_w_AXy2VdTZrCH19h-h281ojfsUd3kQh8H_VHjwa2W0Oi2dHRPTzz2-SepdTR8ThVQEM7Mu078Nvvik0r6sLgsWwl/s1600/ANGKRINGAN+LIK+MAN.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="460" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXY2sbUOtFJz-coqgjdi1GPLdlr05z4qaOk1LI400lkb2B5XhN5d0_w_AXy2VdTZrCH19h-h281ojfsUd3kQh8H_VHjwa2W0Oi2dHRPTzz2-SepdTR8ThVQEM7Mu078Nvvik0r6sLgsWwl/s640/ANGKRINGAN+LIK+MAN.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Buka setiap hari = 17.00 WIB - habis</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. Wongsodirjan, Yogyakarta 55271, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Angkringan Lik Man dikelola oleh putra Mbah Pairo, penjual angkringan pertama di Yogyakarta. Memiliki minuman khas Kopi Joss, angkringan ini pernah menjadi tempat melewatkan malam sejumlah tokoh terpandang di Indonesia.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Buka setiap hari = 17.00 WIB - habis</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tahukah anda sebuah tempat di Yogyakarta tempat mahasiswa, komunitas cyber seperti blogger dan chatter, wartawan, seniman, budayawan, tukang becak, hingga penjaja cinta bisa berbincang santai? Jika anda pernah belajar di Yogyakarta, dimana anda dulu berembug bersama teman tentang tema skripsi atau tugas sekolah? Di antara sekian tempat yang anda sebutkan, pasti angkringan Lik Man yang terletak di sebelah utara Stasiun Tugu menjadi salah satunya. Wajar, sebab tempat itu telah menjadi favorit banyak orang.</div>
<div>
</div>
<div>
Kami akan mengajak anda untuk menikmati nuansa Angkringan Lik Man yang pernah dirasakan oleh banyak orang. Anda bisa berjalan ke utara dari arah Malioboro atau Stasiun Tugu hingga menemukan jalan kecil ke arah barat, kemudian berbelok. Anda akan menemukan angkringan yang dimaksud tak jauh dari belokan, tepatnya di sebelah kiri jalan. Cirinya, ada dua buah bakul yang dihubungkan dengan bambu, anglo dengan arang yang membara, serta deretan gelas yang ditata.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Angkringan Lik Man merupakan angkringan legendaris, sebab pedagangnya adalah generasi awal pedagang angkringan di Yogyakarta yang umumnya berasal dari Klaten. Lik Man yang bernama asli Siswo Raharjo merupakan putra Mbah Pairo, pedagang angkringan pertama di Yogyakarta yang berjualan sejak tahun 1950-an. Warung berkonsep angkringan yang dulu disebut 'ting ting hik' diwariskan kepada Lik Man tahun 1969. Sejak itu, menjamurlah angkringan-angkringan lain.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Begitu sampai di angkringan yang buka pukul 18.00 ini, anda bisa memesan bermacam minuman yang ditawarkan, panas maupun dingin. Pilihan minuman favorit adalah Kopi Joss, kopi yang disajikan panas dengan diberi arang. Kelebihan kopi itu adalah kadar kafeinnya yang rendah karena dinetralisir oleh arang. Tak usah khawatir itu hanya mitos, sebab Kopi Joss lahir dari penelitian mahasiwa Universitas Gadjah Mada yang kebetulan sering nongkrong di Angkringan Lik Man.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Berbagai makanan juga disediakan, ada sego kucing berlauk oseng tempe dan sambal teri hingga gorengan dan jadah (makanan dari ketan yang dipadatkan berasa gurih) bakar. Sego kucing di Angkringan Lik Man tak kalah lezat dengan masakan lainnya sebab nasinya pulen dan oseng tempe dan sambal terinya berbumbu pas. Menikmati sego kucing yang selalu disajikan dalam keadaan hangat dengan lauk gorengan atau sate telur selain lezat juga tak menguras uang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jika menjumpai makanan dalam keadaan dingin, anda dapat meminta penjual untuk menghangatkannya dengan cara dibakar. Lauk pauk yang menjadi lebih lezat ketika dibakar adalah mendoan (tempe goreng tepung), tahu susur, tempe bacem, endas (kepala ayam) dan tentu saja jadah. Bila tak nyaman makan dengan bungkus nasi saja atau anda makan dalam jumlah banyak, penjual angkringan menyediakan piring untuk menyamankan acara makan anda.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Anda bisa memilih tempat duduk di dua tempat yang disediakan. Jika ingin berbincang dengan pedagang, anda bisa duduk di dekat bakul atau anglo. Selain dapat bercerita dengan Lik Man, duduk di dekat bakul akan mempermudah jika ingin tambah makanan. Tetapi bila ingin lebih berakraban dengan teman, anda bisa duduk di tikar yang digelar memanjang di trotoar seberang jalan. Tak perlu khawatir ruang yang tidak cukup sebab panjang trotoar yang digelari tikar hampir 100 meter.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sambil duduk, anda diberi kebebasan untuk berbicara apapun. Orang-orang yang sering datang ke angkringan ini membicarakan berbagai hal, mulai tema-tema serius seperti rencana demostrasi dan tema edisi di majalah mahasiswa hingga yang ringan seperti kemana hendak liburan atau sekedar tertawaan tak jelas yang sering disebut dengan gojeg kere. Tak ada larangan formal, tetapi yang jelas perlu menjaga budaya angkringan, yaitu tepo sliro (toleransi), kemauan untuk berbagi dan biso rumongso (menjaga perasaan orang lain). Bisa diartikan tak perlu berebut tempat dan menghargai orang lain yang duduk berdekatan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sejumlah tokoh terpandang telah menjadikan Angkringan Lik Man sebagai tempat menikmati malam. Ada Butet Kertarajasa, Djaduk Ferianto, Emha ainun Nadjib, Bondan Nusantara hingga Marwoto. Maka, tak seharusnya anda melewatkan suasana malam kota Yogyakarta tanpa berkunjung ke Angkringan Lik Man. Nikmatilah nuansa yang pernah dinikmati oleh banyak orang Yogyakarta dan sejumlah tokoh yang disebut di atas.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/angkringan-lik-man/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-7472939502579760322017-02-18T14:17:00.000-08:002017-02-18T14:17:23.302-08:00KLINIK KOPI<b>Jangan Ada Gula di Antara Kita</b><br />
<div>
<div>
Klinik Kopi terkenal sebagai kedai kopi yang tidak menyediakan susu dan gula bagi pelanggannya. Di sini, kita dipaksa untuk menikmati "kopi yang sesungguhnya" sambil mendengar cerita dari sang story teller.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmDi55RzIQMEuVMg5NWGVgDP7VH2FbJIZXXpJDKe0b1pf63D4fzGi-JXj04Z6eagevjS3HUjEA8ayy6DKxWevcJmfJVn1gzEqkvwRZGl5Wgws2LuCucE1W4UYzYDAmbAtmhsa83d7PuGkb/s1600/KLINIK+KOPI.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmDi55RzIQMEuVMg5NWGVgDP7VH2FbJIZXXpJDKe0b1pf63D4fzGi-JXj04Z6eagevjS3HUjEA8ayy6DKxWevcJmfJVn1gzEqkvwRZGl5Wgws2LuCucE1W4UYzYDAmbAtmhsa83d7PuGkb/s640/KLINIK+KOPI.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Buka Senin - Sabtu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 17.00 - 22.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Kaliurang km 7.8 Gang Madukoro, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman , Yogyakarta, Indonesia.</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Rintik-rintik hujan mengguyur kota Jogja ketika kami menyusuri kawasan Jalan Kaliurang sore itu. Puluhan kendaraan bermotor berjalan tersendat-sendat di atas aspal basah, dengan pengemudi yang kelelahan dan berusaha sampai di rumah sebelum larut malam. Tetesan hujan yang dingin merembes ke dalam jas hujan, membuat baju kami basah hingga ke lapisan terdalam. Namun, hal ini tidak menjadi penghalang besar bagi rasa ingin tahu kami pada Klinik Kopi, sebuah kedai kopi unik yang belakangan ini mulai terkenal di kalangan pecinta kopi Yogyakarta.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Agak sulit menemukan Klinik Kopi. Lokasinya memang tidak terlalu mblusuk dan dekat dengan jalan utama, namun tidak ada papan nama atau tanda yang menunjukkan keberadaannya. Sebuah pagar bambu nan rapat menjadi tanda utama pintu masuk kedai kopi ini. Kami menapaki jalan berbatu melewati kebun sayuran mini di halaman depan, menuju bangunan semi permanen dari bambu dan bata yang tersembunyi di belakang. Sebuah teras bertegel kunci warna-warni yang luas menyambut kami, bersanding dengan kolam ikan dan kebun mint nan segar. Di sisi lain, sebuah ruangan bergaya industrial sederhana, terlihat cukup menarik dengan berbagai alat pemroses kopi di dalamnya. Tidak ada meja dan kursi layaknya di kebanyakan kafe, hanya ada area lesehan yang cukup luas di teras depan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Monggo, masuk mas,"</i> ujar salah seorang brewer di dalam ruangan. Dengan menggunakan topi bowler abu-abu yang khas, beliau mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan kami. <i>"Saya Pepeng. Mas-nya dari mana?"</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah mengutarakan maksud dan tujuan kami, Pepeng langsung mempersilakan kami duduk di depan meja brewer-nya yang tertata rapi. Tidak banyak kursi yang terlihat, hanya cukup untuk menampung beberapa orang. Beberapa toples berisi roasted bean tersaji di hadapan kami, lengkap dengan label nama-nama yang unik seperti Sunda Jahe, Ratamba, Aie Dingin, Nagari Lasi dan Sunda Geisha. Di depan masing-masing toples kita bisa melihat beberapa kartu panjang dengan gambar yang unik, berisi penjelasan singkat mengenai asal muasal dan karakteristik biji tersebut. Dua grinder otomatis terlihat di sisi lain meja, dengan tulisan "Sorry, we don't have cappuccino!" tertempel di atasnya. Tidak ada daftar menu yang tersedia, membuat kami bingung ketika ingin memesan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Silakan mas, suka kopi yang seperti apa?"</i> ujar Pepeng sambil mempersiapkan meja brewernya. <i>"Suka yang kecut atau agak pahit? Tapi kita gak punya banyak yang pahit"</i>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Rupanya di sini memang tidak ada daftar menu, tapi kita akan dijelaskan tentang masing-masing karakter rasa kopi yang ada di kedai ini. Brewer akan menanyakan karakter kopi yang mungkin kita suka, sambil memberi saran jenis biji yang bisa kita pesan. Hanya beberapa orang saja yang bisa masuk ke ruangan brewer, sehingga pelanggan lain harus mengantre di area lesehan hingga namanya dipanggil. Sekilas, hal ini membuat Klinik Kopi benar-benar seperti sebuah klinik kesehatan di mana kita harus mengantre untuk masuk ke ruangan dokter. Tidak aneh jika Klinik Kopi sering memanggil pelanggannya dengan sebutan "pasien".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah diberi penjelasan mengenai masing-masing rasa kopi yang disajikan, kami pun memutuskan untuk memesan segelas Ratamba dan Sunda Jahe yang diseduh dengan cara pour over. Beberapa menit kemudian, dua gelas kopi beraroma harum pun tersaji di hadapan kami. Tidak seperti kopi pada umumnya, warna kopi ini terlihat lebih jernih kecoklatan hampir menyerupai teh pekat. Anehnya, kami tidak menemukan bungkusan gula yang biasa disajikan di kedai-kedai kopi lain.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Di sini memang nggak ada gula mas,"</i> ujar asisten Pepeng sambil menunjuk ke bungkusan gula kosong bertuliskan "jangan ada gula di antara kita" yang tertempel di sudut meja brewer. <i>"Nggak usah khawatir mas, rasanya nggak pahit banget kok, malah bisa terasa manisnya."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Penasaran, saya pun langsung mencicipi dua gelas kopi yang sudah kami pesan. Aroma Sunda Jahe terasa lebih harum ketimbang Ratamba, membuat saya tergoda mencicipinya terlebih dahulu. Begitu diseruput, rasa masam tipis terasa mendominasi lidah. Hampir tidak ada rasa rasa pahit yang terasa, membuatnya cocok untuk dinikmati pemula tanpa ditambahkan gula sama sekali.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Berbeda dengan Sunda Jahe, Ratamba terasa lebih pahit dengan after-taste yang kuat dan tertinggal di ujung atas tenggorokan. Namun rasa pahit ini berangsur-angsur menghilang ketika suhu kopi semakin dingin, berganti dengan rasa kecut yang kuat. Rasa yang cukup nendang ini membuat saya ketagihan untuk menyeruputnya lagi dan lagi, hingga tanpa sadar kopi yang saya pesan pun sudah habis tidak bersisa.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Puas mencicipi kopi, Pepeng pun mengajak kami ke ruangan roasting yang ada di belakang. Rupanya, hampir setiap tamu tidak hanya diajak mencicipi kopi yang ada di kedai kopinya, tapi juga disajikan berbagai cerita mengenai dunia kopi nusantara. Kami pun duduk di samping mesin roasting yang terus mengeluarkan aroma harum, sambil mendengarkan cerita Pepeng tentang warung kopi kecilnya ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Awalnya saya kerja kantoran mas, tapi suka traveling. Ketika jalan-jalan, oleh-oleh yang saya bawa selalu kopi,"</i> cerita Pepeng sambil mengotak-atik mesinnya. <i>"Dari situ saya tertarik membangun Klinik Kopi."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menurut Pepeng, Klinik Kopi pertama kali buka pada tahun 2013. Saat itu, lokasinya masih berada di sekitar Jalan Gejayan, beberapa ratus meter dari Terminal Condongcatur. Ilmu memproses kopi ia peroleh secara autodidak dari satu sumber ke sumber lain. Metode penyeduhan (brewing) yang ia pilih juga cenderung murah dan mudah untuk digunakan oleh siapa saja. Hal ini sesuai dengan keyakinannya bahwa kopi merupakan milik semua orang, sehingga bisa dibuat dan dinikmati oleh siapapun.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Saya mau mengenalkan kopi yang sebenarnya mas. Selama ini anggapan kita kopi itu ya rasanya pahit saja. Padahal sebenarnya kopi tidak selalu pahit, bahkan bisa manis tanpa gula asalkan pemrosesannya benar."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Untuk mematahkan kesan pahit ini, Klinik Kopi berfokus pada biji arabika light roasted. Artinya, proses penyangraian biji berlangsung tidak terlalu lama, sehingga biji kopi tidak gosong dan rasa pahitnya pun tak terlalu kuat. Biji kopi light roasted ini cenderung dihindari oleh kedai kopi dan kafe lain karena strukturnya yang keras, sehingga beresiko merusak grinder (penggiling). Dengan proses penyeduhan yang tepat, rasa yang dihasilkan bisa bervariasi dari manis, kecut, dan lain-lain.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain mengedukasi pelanggan yang datang, Pepeng juga memberi pelatihan pada para petani kopi di berbagai wilayah Nusantara. Untuk melakukan hal ini, Pepeng pun rela berkelana hingga ke desa-desa yang cukup jauh di Sumatera dan Papua. Petani-petani di wilayah tersebut dibimbing untuk melakukan pemrosesan biji kopi yang benar, mulai dari pemetikan, pencucian, hingga penjemuran biji menjadi green bean. Biji yang sudah diolah memiliki kualitas rasa dan harga yang lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi para petani. Tak ketinggalan, Pepeng pun membeli green bean para petani ini untuk diolah dan dijual di Klinik Kopi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saat ini, Pepeng sudah membimbing sekitar 6 kelompok petani kopi yang menghasilkan 30 macam bean. Pepeng menyematkan nama-nama unik yang sesuai dengan wilayah asal, identias petani, dan karakter rasa masing-masing seperti Sunda Geisha, Sunda Jahe, Aie Dingin, Yellow Catura dan lain-lain. Tidak semua roasted bean ini selalu tersedia di klinik, karena biji yang disajikan selalu berganti sesuai dengan ketersediaan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Sampai saat ini biji yang paling laris Yellow Catura dan Bu Nur Honey Process, keduanya punya rasa yang unik"</i>, jelas Pepeng. <i>"Bu Nur rasanya manis banget, sementara Yellow Catura rasanya paling kaya dan fruity."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Hasil kerja keras Pepeng bisa di lihat dari nama Klinik Kopi yang sudah terkenal di kalangan pecinta kopi Yogyakarta. Bukan hanya penggila kopi, masyarakat umum pun juga sering berkunjung untuk mencicipi kopi Pepeng sekaligus berfoto ria di kedainya yang instagram-able. Desain kedainya yang penuh bambu memang terlihat unik, membuat setiap orang betah duduk berlama-lama sambil mengobrol dengan pengunjung lain. Beberapa artis terkenal seperti Mira Lesmana, Rio Dewanto, Nicholas Saputra dan Dian Sastro pun pernah berkunjung ke sini. Bahkan, Klinik Kopi sempat dijadikan tempat shooting film dan acara TV seperti Ada Apa Dengan Cinta 2 dan Viva Barista.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Tapi saya biasa saja sih mas, bagi saya semua pelanggan itu sama saja. Sama-sama ingin mencicipi kopi yang sebenarnya,"</i> ujar Pepeng sambil menuang kopi yang baru saja selesai disangrai.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pepeng pun menjelaskan bahwa Klinik Kopi terbuka bagi siapa saja, termasuk bagi pemula di dunia kopi. Dengan senang hati Pepeng akan menjelaskan karakter rasa yang tepat dan nyaman bagi mereka yang tidak terbiasa meminum kopi. Selain itu, kopi yang masih fresh juga cenderung lebih aman bagi mereka yang memiliki perut sensitif, berbeda dengan kopi sachet yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Pokoknya jangan takut minum kopi. Cobalah berikan penghargaan kepada kopi yang kita minum, kenali siapa petaninya, dari mana daerah asalnya. Dengan begitu, kita bisa lebih menghargai kopi-kopi di Indonesia,"</i> kata Pepeng sambil mengakhiri wawancara kami sore hari itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jadi, masih takut mencoba minum kopi tanpa gula?</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/klinik-kopi/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-59040242584009403952017-02-18T13:46:00.004-08:002017-02-18T14:18:03.013-08:00ENTOK SLENGET KANG TANIR<b>Mencicipi Kuliner Entok Pedas nan Langka dari Daerah Turi, Jogja</b><br />
<div>
<div>
Dagingnya yang alot dan sulit diolah membuat banyak orang manyerah. Tapi di tangan Kang Tanir, entok atau itik manila ini takluk jua. Ia siap menantang penggila pedas untuk mencoba sensasi pedas semlengetnya yang tak biasa.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjkUjk54QIIxAX3NXuvHa042QZ6CCoAw70R3mtjxMpY1OsW_oY_VpBYXQVUD57HlyjFmp1HdW8-xh-svjQLAIRyt5QyynNI-98B8hvJ4BZBbd1ByaAWCO9tawlIHJegFm4W1t4FgPhTZeM/s1600/ENTOK+SLENGET+KANG+TANIR.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="474" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjkUjk54QIIxAX3NXuvHa042QZ6CCoAw70R3mtjxMpY1OsW_oY_VpBYXQVUD57HlyjFmp1HdW8-xh-svjQLAIRyt5QyynNI-98B8hvJ4BZBbd1ByaAWCO9tawlIHJegFm4W1t4FgPhTZeM/s640/ENTOK+SLENGET+KANG+TANIR.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = Rp 20.000 / porsi (termasuk minum)</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 16.30 WIB - habis</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Pasar Agropolitan Pules, Donokerto, Turi, Sleman, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Udara sejuk khas Jogja utara menemani kami untuk sampai di Pasar Agropolitan Pules, Turi sore itu. Di tempat inilah penawar rasa penasaran akan kuliner khas Turi yang telah tersohor seantero Jogja berada, Entok Slenget Kang Tanir. Perjalanan sekitar 30 menit dari Monumen Jogja Kembali lewat Jalan Palagan Tentara Pelajar pun kami tempuh tanpa terasa.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sesampainya di sana, Kang Tanir telah menunggu para pembeli di depan tungku masaknya. Dengan sumringah, ia langsung menyapa dan menanyakan pesanan, lengkap dengan level pedas yang dimau, termasuk kepada kami. Usai memesan, tempat duduk lesehan yang persis berada dibelakang tempat Kang Tanir memasak pun jadi pilihan. Dari sini, siluet gerak-gerik gesitnya ketika menyajikan pesanan untuk para pembeli dapat terlihat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kang Tanir mulai menaklukan si Cairina moschata ini sejak tahun 2006 silam. Sebelum itu, tak banyak orang yang mau mengolah dagingnya lantaran teksturnya cenderung lebih liat. Alot istilahnya. Namun di tangan Kang Tanir, itik besar dari daratan tropis Amerika ini berhasil diubah menjadi hidangan lezat yang selalu sukses menggoyang lidah. Bahkan, orang rela jauh-jauh datang hanya demi merasakan sensasi slengetan daging entok yang unik dan langka.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lima belas menit menunggu, akhirnya seporsi entok slenget pun datang menggoda. Nasi putih yang masih mengepul menjadi pendampingnya. Terasa begitu pas ketika dipadu dengan daging entok, lalapan daun kubis dan mentimun segar yang dipotong dadu. Aromanya yang kuat berhasil membangunkan selera makan. Tanpa menunggu lagi, makanan lezat ini langsung saja kami santap, mumpung masih hangat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dari penampilannya, sekilas entok slenget ini mirip semur, berkuah pekat tanpa santan. Yang membedakan slengetan entok ini dari semur adalah rasa pedas menyengatnya yang menggigit lidah. Sebelum dimasak slenget, entok yang telah dipotong dadu ini diungkep terlebih dahulu. Itulah rahasia mengapa teksturnya menjadi lebih empuk dan nikmat. Baru setelah itu, daging dimasak dengan cara direbus ulang di atas tungku bersama rempah-rempah, kecap dan ulekan cabai rawit sesuai dengan permintaan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain daging entok yang lezat, hati ampela serta balungannya pun tak luput diolah. Balungan ini juga menjadi menu favorit. Proses pengolahan keduanya hampir sama, namun sensasi menikmati daging berbumbu di sela-sela tulang itu yang istimewa. Satu lagi yang pasti membuat penikmat kuliner kalap adalah khusus untuk balungan, porsinya akan jauh lebih banyak.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dalam sehari, Kang Tanir dapat menghabiskan 12 hingga 15 ekor entok. Jangan kira daging entok sebanyak ini akan habis dalam waktu seharian. Warung ini buka dari pukul 16.30 WIB. Selang tiga jam saja, terkadang tulisan tanda habis telah dipasang. Jadi, bila memang ingin mencoba nikmatnya slengetan entok ini, lebih baik datang saat warung baru buka. Jika tidak, mungkin kita akan kehabisan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sejuknya kawasan Pasar Agropolitan Pules menambah nikmat sajian entok ini. Rasa pedas-gurihnya nyamleng, membuat suapan demi suapan rasanya tak bisa dihentikan, lidah terus bergoyang dan perut menjadi benar-benar kenyang. Sampai akhirnya, kami pun memutuskan pulang dengan perut dan lidah yang girang.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/entok-slenget-kang-tanir/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-30952558417111040772017-02-18T13:30:00.003-08:002017-02-18T14:18:17.427-08:00LOTEK TETEG<b>Lotek dan Gado-gado Porsi Seabreg</b><br />
<div>
<div>
Lotek dan gado-gado yang menjadi makanan khas Indonesia dihadirkan dengan porsi seabreg di Warung Lotek Teteg. Selain rasanya yang khas, lokasinya yang strategis dan tempatnya yang teduh membuat warung ini ramai dikunjungi pecinta kuliner.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPb4-t-jDhkOhq2bBYdsgmxRsydB3TN8PFr2GNja37Bf9aEhtb-m-FWIm0egjOm7_DN_bkPg8pddMaZAd4bW68nGmjG26AQOT8f54IJFimxfmNSKMBJr3Kx6bG9yitchPs_rsFaanL8NI1/s1600/LOTEK+TETEG.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPb4-t-jDhkOhq2bBYdsgmxRsydB3TN8PFr2GNja37Bf9aEhtb-m-FWIm0egjOm7_DN_bkPg8pddMaZAd4bW68nGmjG26AQOT8f54IJFimxfmNSKMBJr3Kx6bG9yitchPs_rsFaanL8NI1/s640/LOTEK+TETEG.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Kisaran harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 16.000 / porsi</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 09.00 - 16.30 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. Argolubang 184 Gg. Delima GK. IV/ 196, Baciro, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Lotek dan gado-gado yang sering disebut sebagai saladnya Indonesia menjadi sajian utama Warung Lotek Teteg. Warung yang terletak beberapa meter sebelah timur Stasiun Lempuyangan ini ramai dikunjungi orang-orang ketika kami tiba di sana. Tempatnya nyaman, teduh, dan luas. Tempat untuk menikmati makanan dibagi menjadi dua, lesehan dan tempat duduk. Masuk ke dalam, suasana akrab langsung terasa. Seorang penyanyi terlihat mendendangkan lagu daerah sehingga menciptakan perasaan nyaman tersendiri. Tak hanya lotek dan gado-gado, aneka macam juice dan minuman lainnya bisa kita nikmati di sini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tak berapa lama setelah kami memesan makanan, pramusaji datang membawakan dua piring lotek dan gado-gado Kesan pertama saat melihat lotek dan gado-gado tersebut tentu saja kaget dan bingung karena ternyata porsinya sangat banyak. Selanjutnya muncul pertanyaan, mampukah kami menghabiskan semuanya? Ketika sesendok lotek masuk ke mulut, bumbu kacang langsung terasa di lidah. Bumbunya meresap sempurna di antara rebusan bayam dan kacang panjang yang menjadi isian khas dari lotek tersebut. Krupuknya kriuk-kriuk renyah, sangat pas dengan bumbu kacangnya. Pun begitu dengan loteknya. Bumbu kacang yang pekat menyatu dengan kesegaran sayur yang ada dalam gado-gado Teteg ini. Dan akhirnya, porsi besar itu tandas sudah. Benar-benar wareg!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Berkunjung ke dapur, kami melihat sebuah cobek berdiameter 80 cm. Sangat besar bila dibandingkan dengan ukuran cobek-cobek rumahan. Selain porsinya yang jumbo, cobek jumbo ini menjadi ciri khas dari Lotek Teteg. Menurut Bu Nur, generasi ke dua dari pemilik warung ini, sedari dulu cobek sebesar itulah yang digunakan untuk membuat bumbu kacang. Cobek besar ini mampu membuat bumbu kacang sebanyak 80 porsi di kala pagi. Bila sedang ramai pelanggan maka Bu Nur tak perlu repot-repot untuk membuat bumbu kacang lagi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ide untuk menggunakan cobek besar berasal dari Pak Untung, pendiri warung sekaligus bapak dari Bu Nur. Cobek besar ini dipakai supaya lebih praktis dan tidak menghilangkan cita rasa dari bumbu kacang. Hal itulah yang menjadikan bumbu kacang di warung ini sangat khas, tampilannya lebih pekat dan rasanya berbeda dari lotek di tempat lain. Oh ya, Warung Lotek Teteg sendiri sudah berdiri sejak 1968. Dulunya warung lotek ini bernama "Sederhana". Karena tempatnya yang berdekatan dengan teteg (pagar) rel kereta api maka pelanggan menyebutnya sebagai Warung Lotek Teteg.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/lotek-teteg/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-56646849909464094132017-02-18T13:01:00.001-08:002017-02-18T14:18:33.577-08:00SATE KLATHAK PAK BARI<b>Lezatnya Sate Khas Imogiri, Pembeli pun Rela Mengantri</b><br />
<div>
<div>
Tusuk jeruji tak hanya membuat sate klathak jadi unik, namun juga membuat tiap potongan daging kambing makin lezat karena matang merata. Rangga dan Cinta dalam AADC 2 saja sudah pernah mencicipi sate racikan Pak Bari ini, kamu kapan?</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwCCJ8-DkiBTlQFG_tCmzqY7KdYF63QtjOCsUlW1RbLbq9Ir_ed2tRMjG9eI75OMejdYWPqSgBTstAdjSBpqHdni8X0sf7i2G8gJxDKbL9BqdkM4Qg-TDCBhOp1Jy2Z2iPGEPQcDlbMgiZ/s1600/SATE+KLATHAK+PAK+BARI.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="348" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwCCJ8-DkiBTlQFG_tCmzqY7KdYF63QtjOCsUlW1RbLbq9Ir_ed2tRMjG9eI75OMejdYWPqSgBTstAdjSBpqHdni8X0sf7i2G8gJxDKbL9BqdkM4Qg-TDCBhOp1Jy2Z2iPGEPQcDlbMgiZ/s640/SATE+KLATHAK+PAK+BARI.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Kisaran harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = Rp 20.000 / porsi</div>
<div>
Buka setiap hari kamis<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 18.30 WIB - habis</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Pasar Jejeran Wonokromo, Jalan Imogiri Timur, Pleret, Bantul, Yogyakarta</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Pasar Jejeran Wonokromo masih tampak ramai meskipun waktu sudah lewat pukul 7 malam. Jalanan pasar yang tak terlalu lebar tampak dipenuhi dengan deretan kendaraan mulai motor, mobil bahkan bis-bis pariwisata saat kami tiba di lokasi. Pasar yang di siang hari menjadi tempat jual beli suku cadang sepeda motor ini pun berubah menjadi tempat kuliner sate klathak racikan Pak Sabari.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sate klathak adalah sate kambing yang dibakar di atas bara api seperti kuliner sate pada umumnya. Namun yang membedakan adalah tusuk satenya. Alih-alih menggunakan bambu, potongan daging kambing ditusuk-tusuk dengan jeruji sepeda yang terbuat dari besi sebelum dibakar. Penggunaan jeruji besi sebagai pengganti tusuk bambu ini pun dipercaya membuat daging kambing matang merata karena sifat besi yang menghantarkan panas dengan baik.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selepas maghrib, sekitar pukul 18.30 Pak Sabari atau yang lebih akrab disapa Pak Bari ini sudah mulai berjualan sate klathak dibantu 7 orang karyawannya. Melihat antrian pelanggan yang semakin panjang, kami pun tak mau membuang-buang waktu untuk segera ikut memesan makanan. Takutnya pesanan kami akan semakin lama dilayani. Karena sejak muncul di film AADC 2 saat Rangga mentraktir Cinta, Sate Klathak Pak Bari makin populer dan ramai pembeli. Bahkan menurut Pak Bari, 50 kilogram sate yang biasanya baru habis pukul 2 dini hari, kini bisa tandas pukul 9 malam dengan jumlah daging dua kali lipat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Silahkan mas, mau pesan apa? Ada sate klathak, tongseng, tengkleng, gulai jeroan. Mau pesan yang mana? Berapa porsi?" Seorang karyawan Pak Bari pun menanyai salah satu dari kami saat kami merapat ke rombong sate.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Usaha kuliner turun temurun yang diwarisi Pak Bari dari ayahnya ini memang tak hanya menyediakan menu sate klathak, tapi juga beberapa menu olahan kambing lainnya. Sedangkan untuk minumannya tersedia jeruk hangat, teh hangat, es jeruk dan es teh. Spesialnya, semua minuman hangat yang tersedia tidak menggunakan gula pasir melainkan gula batu. Kami pun memutuskan memesan sate klathak, tongseng kambing dan tak lupa minumannya. Usai memesan kami pun segera menuju lesehan bertikar di lorong-lorong pasar karena meja kursi yang disediakan sudah penuh pembeli lain yang mengantri sedari tadi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pak Bari adalah generasi ketiga yang melanjutkan usaha kuliner sate klathak, seperti cerita beliau pada kami di sela-sela kesibukan menusuk-nusuk potongan daging sebelum dibakar. "Yang pertama kali jualan sate itu simbah saya, Mbah Ambyah. Sudah jualan sejak sebelum kemerdekaan katanya. Setelah itu diteruskan sama bapak saya, Pak Wakidi. Nah, baru sekitar tahun 1992 saya yang melanjutkan, tapi bantu jualannya sudah dari umur 15 tahun."</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pemilihan lokasi jualan di Pasar Jejeran pun bukan tanpa alasan. Menurut penuturan Pak Bari, Pasar Jejeran dulunya memang sudah menjadi tempat Mbah Ambyah berjualan setelah sekian lama menjajakan sate dengan berkeliling memikul rombong sate. Hanya saja dulu Mbah Ambyah berjualan di bawah pohon waru bukan di los pasar seperti sekarang. Sepeninggal Mbah Ambyah, Pak Wakidi meneruskan usaha kuliner ini dengan menyewa ruko sebagai tempat berjualan. Setelah berkali-kali pindah ruko, akhirnya tempat jualannya kembali ke lokasi yang kini telah dibangun pasar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Penamaan sate klathak pun baru diberikan saat Pak Bari yang meneruskan usaha kuliner tersebut. Semua berawal dari kebiasaan beliau mencari biji melinjo untuk dijual sebagai tambahan uang saku di sela-sela membantu berjualan sate. Saat sedang membakar sate, Pak Bari iseng menempelkan biji melinjo di daging kambing yang dibakarnya. Bagi warga di kawasan Imogiri, daging melinjo juga disebut dengan klathak. Dari situlah ide penamaan sate klathak muncul. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa nama sate klathak berasal dari pembakaran daging kambing yang berbunyi "klathak-klathak".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Cukup lama kami menunggu pesanan diantar mengingat banyaknya antrian. Saat saya mencoba gigitan pertama sate klathak, daging kambingnya mengeluarkan rasa asin yang begitu dominan. Kuliner sate yang sudah lama jadi langganan Riri Riza, Mira Lesmana dan beberapa artis ibukota ini memang hanya dibumbui garam saat dibakar, tanpa bumbu kacang, bawang merah maupun cabai seperti sate kebanyakan. Karena itulah sate klathak juga disebut sate berbumbu minimalis. Rasanya akan nikmat ketika kita sudah memadunya dengan kecap dan kuah gulai. Daging satenya pun terasa empuk karena hanya menggunakan daging kambing berusia 8 hingga 9 bulan dan dibakar tidak terlalu kering namun matang merata. Sama seperti satenya, tongseng kambing racikan Pak Bari juga tak kalah sedapnya, perpaduan pedas dan manisnya terasa pas di lidah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pak bari menjual seporsi sate klathak dengan harga Rp 20.000 sudah termasuk nasi, kuah gulai serta segelas minuman. Dalam seporsi sate klathak terdiri dari 2 tusuk sate yang masing-masing tusuknya berisi 6 potong daging kambing. Sejenak saya berpikir kalau porsinya terlalu kecil. Namun ternyata porsi ini adalah takaran yang pas untuk penderita hipertensi seperti penuturan ahli gizi, Ati Nirwanawati yang dikutip dari Kompas," Penderita hipertensi sebaiknya makan daging sebanyak 50 gram sekali makan atau setara dengan 2-3 tusuk sate tanpa lemak". Selain dipercaya bisa meningkatkan tekanan darah, ternyata daging kambing bisa mencegah anemia karena mengandung kalori, protein dan zat besi yang cukup tinggi sehingga bisa menambah Hemoglobin. Bagaimana, masih mau melewatkan kuliner sedap nan bergizi ini?</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/sate-klathak-pak-bari/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-42495340898350847522017-02-18T12:12:00.001-08:002017-02-18T14:18:45.996-08:00LESEHAN PARI GOGO<b>Sego Abang dan Kuliner dari Tanah Gersang</b><br />
<div>
<div>
Lesehan Pari Gogo begitu legendaris, Sultan Hamengku Buwono X dan Ibu Megawati pun pernah makan di sini. Sajiannya adalah kuliner khas daerah karst yang gersang, seperti sego abang (nasi merah) dan kuliner unik lainnya. Penasaran?</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidytYXDwwWPrQ2RTuKYu9AqNh7jAmHCg0ZkXM3URIuA52WUlH7irY1k9sLBkr94CIMJA1YMc6hmjlQ3ylZBEE12cT1uJ8q1vtoqBXdiI2FZ3znVqk2rK7RzcE1txrB4OZZgVbtsJRwhbkQ/s1600/LESEHAN+PARI+GOGO.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="456" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidytYXDwwWPrQ2RTuKYu9AqNh7jAmHCg0ZkXM3URIuA52WUlH7irY1k9sLBkr94CIMJA1YMc6hmjlQ3ylZBEE12cT1uJ8q1vtoqBXdiI2FZ3znVqk2rK7RzcE1txrB4OZZgVbtsJRwhbkQ/s640/LESEHAN+PARI+GOGO.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga makanan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 3.000 - Rp 40.000</div>
<div>
Harga Minuman<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 3.000 - Rp 7.500</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = 06.00 - 16.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. Wonosari - Semanu, Gunungkidul (Jembatan Jirak)</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Kami terpana melihat bentang alam Gunung Kidul yang menantang, bukit-bukit karang, ladang dan penjual belalang di sepanjang jalan. Perjalanan yang akan membawa kami ke pantai-pantai rupawan ini memperlihatkan dengan gamblang bagaimana orang Gunung Kidul bersinergi dengan alam. Tak lama kami mampir dulu di Sego Abang Mbah Jirak, rumah makan legendaris yang lebih terkenal di kalangan pejalan daripada penduduknya sendiri. Sejenak menunggu hidangan datang, kami sempatkan menjelajahi seisi ruangan. Di dinding-dinding yang berbahan gedhek dan kayu, terpasang foto-foto orang terpandang, mulai dari Mantan Presiden Megawati sampai Sultan Hamengku Buwono X. Mereka nampak riang menyantap hidangan sego abang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Hidangan datang, diantar langsung ke hadapan kami yang duduk di atas lincak, ini hal baru bagi kami, karena lesehan biasa bertempat di lantai. Hidangan lengkap menggugah selera ini terdiri dari: nasi merah, empal, usus goreng, ayam goreng, wader goreng, sayur lombok ijo dan trancam. Nasinya empuk dan gurih, berbeda dengan yang biasa kami makan. Lauknya lezat berpadu dengan sayur nan gurih dan segar menghadirkan pengalaman kuliner yang menyenangkan. Selepas berbincang dengan Pak Purwanto, kami mulai paham rahasia di belakang nikmatnya nasi merah ini. Semua karena proses tradisional yang masih terjaga, mulai dari pengambilan padi sampai dimasak jadi nasi. Beras juga berasal dari padi gogo, yang tumbuh subur di lahan menantang seperti Gunungkidul ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di balik suasana ndeso yang menyenangkan, tersembunyi penganan yang mengundang petualang kuliner, belalang goreng. Hewan ini banyak ditemukan di pohon jati dan semak yang tumbuh subur di Gunungkidul. Menurut bapak bersahaja di sebelah kami, rasa penganan ini mirip udang, serta tinggi protein. Namun, tidak ada satu pun dari kami yang berani menyantapnya. Walaupun mungkin aneh bagi kita, konsumsi belalang tertulis di alkitab. Sebelum Masehi, Yohanes Pembaptis dapat bertahan hidup menyepi di gurun dengan makan belalang. Penganan ini juga dikenal di banyak kebudayaan penjuru dunia, sebut saja: Chapulines di Mexico, Inago di Jepang, Tak Ga Tan di Thailand dan masih banyak lagi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Waktu kami tak panjang, sehingga harus segera melanjutkan perjalanan. Pelayan datang menghitung setiap jenis hidangan yang disantap. Ternyata harganya tidak terlalu menguras kantong.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/lesehan-pari-gogo/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-31462465646995294682017-02-18T11:55:00.000-08:002017-02-18T14:19:04.750-08:00SATE PAK TURUT<b>Sate Kambing Paling Terkenal di Gunungkidul</b><br />
<div>
<div>
Empuknya daging kambing muda berbumbu gulai dilengkapi beragam empon-empon hasil kreasi Pak Turut, sukses menjadi sate kambing nomor satu di Gunungkidul.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix-4a8jUeynjErtK090axdtqg64qq7MlY-nMS3oLQerpwmrUDLyFnOxZiCUMwMZtoFnPCMr3k6MKZhCI9aXo0UQUhGQ32cZaZjx0re0C78pkILRqm2bm4PvuX07CbdMsBGyCj35L9f4vfV/s1600/SATE+PAK+TURUT.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="470" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix-4a8jUeynjErtK090axdtqg64qq7MlY-nMS3oLQerpwmrUDLyFnOxZiCUMwMZtoFnPCMr3k6MKZhCI9aXo0UQUhGQ32cZaZjx0re0C78pkILRqm2bm4PvuX07CbdMsBGyCj35L9f4vfV/s640/SATE+PAK+TURUT.png" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga makanan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 20.000 / porsi</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.30 - 17.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl Kesatrian, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Menjelang siang setelah dua hari plesir di Gunungkidul, kami mampir ke Sate Kambing Pak Turut tak jauh dari Alun-alun Wonosari. Sebuah pikulan menghias beranda warung, mempertegas bahwa ini adalah warung sate. Tampak seorang pria sibuk mengipas tusukan daging di atas bara, menyebarkan aroma daging bakar terbang hingga ke jalanan, menarik orang-orang untuk singgah merasakannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sate Kambing Pak Turut adalah sate paling terkenal di Gunungkidul yang ada sejak lebih dari seperempat abad lalu. Saat itu Pak Turut masih berkeliling membawa pikulan menjajakan sate. Lambat laun usahanya berkembang hingga tak perlu lagi berkeliling. Kini, setelah beliau meninggal, usahanya diteruskan oleh anak-anaknya, salah satunya adalah yang kami kunjungi ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sejarah sate sendiri lebih tua dari usia republik ini. Diduga berasal dari bahasa Tamil, sate mulai populer di Pulau Jawa seiring dengan kedatangan imigran Arab dan India di awal abad 19. Dipercaya sebagai bentuk modifikasi kebab, itulah kenapa yang umum digunakan adalah daging kambing. Belakangan, ragam sate semakin berkembang. Penggunaan dagingnya semakin bervariasi, tak hanya daging kambing begitu pula dengan bumbunya. Bila umumnya bumbu sate kambing cenderung sederhana, maka Pak Turut membuatnya lebih spesial. Satenya dibumbui dengan bumbu gulai dan beragam empon-empon yang dimasak berjam-jam. Bumbu ini dinamakan kopyokan. Inilah kunci kelezatan sate Pak Turut yang melegenda itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Akhirnya setelah menunggu tidak terlalu lama, pesanan sate kami datang. Disajikan dengan siraman saus kecap pedas bertabur merica, ditemani irisan kubis dan mentimun. Nasi panas mengepul dari bakul didampingi teh poci gula batu dalam ceret blirik, berjaga-jaga bila kerongkongan butuh guyuran.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aroma rempah menguar menyapa indera penciuman. Memancing lidah untuk cepat-cepat merasakannya. Hhhmmmm, daging empuk yang dikeroyok bumbu gulai dan empon-empon menjadi komposisi seksi. Tepat. Tak kurang, tak lebih. Rasa pedas cabai, panas merica, harumnya daun jeruk, hingga pedihnya bawang merah, semua terasa. Sesuai filosofi Jawa yang menjadikan empon-empon menjadi salah satu jenis sesaji yang bertujuan agar manusia bisa merasakan beraneka rasa kehidupan, seperti halnya bermacam rasa dari tiap empon-empon.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Seperti umumnya warung sate kambing, di sini juga menjual olahan kambing lainnya seperti gulai, tongseng, dan tengkleng. Harga satu porsi sate, lengkap dengan nasi dan minum hanya Rp 20.000. Sate Kambing Pak Turut sukses mengisi tenaga untuk perjalanan pulang ke Jogja.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/sate-pak-turut/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-62403107653910508252017-02-18T11:42:00.004-08:002017-02-18T14:19:16.797-08:00RUMAH MAKAN LEGOKAN NGANCAR<b>Lezatnya Kuliner Ikan Air Tawar dari Tempuran Ngancar</b><br />
<div>
<div>
Ikan gabus dan berbagai hidangan ikan air tawar dari Sungai Bedog dan Progo menjadi primadona kuliner sebuah rumah makan di daerah Ki Ageng Mangir Wonoboyo dulu berkuasa. Di tempat ini, kita juga menemukan kuliner unik nan langka.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTVTeek8nTOGlaJpr5l1PU0IkjyWGnCrrj8AmOAnvzoJxkyFuJpVGUozYk7Ox3ByA6dORjZgP6NHZ6SFoq3zPbunm68ewic7fRP_P7VslE35V16G2qBQujHyL8kfYvTDfEhk8zjgb3ZoMM/s1600/RUMAH+MAKAN+LEGOKAN+NGANCAR.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="358" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTVTeek8nTOGlaJpr5l1PU0IkjyWGnCrrj8AmOAnvzoJxkyFuJpVGUozYk7Ox3ByA6dORjZgP6NHZ6SFoq3zPbunm68ewic7fRP_P7VslE35V16G2qBQujHyL8kfYvTDfEhk8zjgb3ZoMM/s640/RUMAH+MAKAN+LEGOKAN+NGANCAR.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 09.00 - 20.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Tempuran Ngancar, Mangir Kidul, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Gempa yang mengguncang wilayah Jogja dan sekitarnya di pertengahan tahun 2006 menjadi sejarah awal berdirinya sebuah tempat makan di tepi tempuran Ngancar, di mana Sungai Bedog dan Sungai Progo saling menyapa. Kami mencoba menemukan tempat makan yang letaknya cukup mblusuk tersebut dengan bantuan Google dan GPS. Sampai akhirnya kami bertemu kompleks gubuk-gubuk sederhana dan sebuah bangunan utama dengan spanduk bertuliskan "Rumah Makan Legokan Ngancar".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Seorang ibu pengelola rumah makan menyambut kami sembari memberikan daftar menu ketika kami menginjakkan kaki di bangunan utama. Keberuntungan sedang bersama kami hari ini, karena hampir semua menu tersedia kecuali sayur asam. Aneka olahan ikan air tawar, sayur dan berbagai macam pilihan sambal mengisi deretan menu di Rumah Makan Legokan Ngancar dengan harga yang bersahabat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah menentukan pesanan, kami menunggu di salah satu gubuk beralas tikar yang disediakan untuk tempat bersantap. Dari kejauhan terlihat beberapa orang sedang mengail di pintu air yang menyekat Sungai Bedog dan Progo sekaligus menjadi jembatan penghubung antara Desa Mangir dengan Siyangan. Tak hanya di lokasi tersebut, beberapa titik strategis di sepanjang sisi kedua sungai juga dipenuhi pemancing. Sebuah panorama yang tidak aneh karena kawasan tempuran Ngancar memang menjadi salah satu destinasi memancing favorit sejak dulu. Potensi itu juga dilihat oleh Pak Basri, sehingga lahirlah Rumah Makan Legokan Ngancar. Gubuk-gubuk yang dulunya digunakan untuk pengungsian korban gempa, diubahnya menjadi tempat makan khas ndeso.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Beberapa menit berlalu tanpa ada tanda-tanda pesanan kami diantar. Saya memutuskan blusukan di sekitar rumah makan hingga secara tak sengaja saya bertemu Bu Surat, istri Pak Basri yang sedang memetik daun ketela. Dari Bu Surat juga saya tahu jika semua sayur yang diolah di rumah makan ini berasal dari kebun sendiri dan dipetik ketika akan dimasak. Jadi bisa dipastikan sayurannya masih segar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebuah papan yang tampak seperti denah sederhana menarik perhatian saya. "Peta Wisata Desa Mangir" tertulis dengan huruf kapital di bagian atasnya. Jalanan desa dan situs-situs yang menjadi saksi sejarah Desa Mangir seperti situs Batu Gilang, Batu Lumpang, Lembu Andini, Linggayoni serta petilasan Ki Ageng Mangir Wonoboyo menjadi objek utamanya. Sejarah Desa ini memang tak pernah lepas dari sosok pemimpin wilayah perdikan Mangir di zaman Kerajaan Mataram, Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Kisah cintanya dianggap tragis karena berakhir ditangan mertuanya sendiri, Panembahan Senopati sang penguasa Kerajaan Mataram. Awal cerita Ki Ageng Mangir Wonoboyo dianggap sebagai pembangkang dengan segala pemikirannya yang menolak sistem kasta dan tak mau tunduk pada penguasa termasuk Kerajaan Mataram. Hingga akhirnya dengan pernikahan rekayasa, trah Majapahit ini bisa ditaklukkan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Cukup lama saya menjelajah di sekitar tempuran Ngancar, saya kembali ke gubuk tempat kami makan tepat ketika Bu Surat menyajikan pesanan. Ternyata waktu yang kami habiskan untuk menunggu pesanan hampir satu jam. Tak heran jika perut kami mulai menjerit kelaparan. Memesan makanan di rumah makan ini memang perlu kesabaran, karena Bu Surat memang hanya memasak makanan ketika ada pesanan. Jika tak ingin menunggu terlalu lama seperti kami, rumah makan ini juga melayani pesanan via telepon. Sehingga ketika datang, makanan sudah siap untuk dinikmati.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di atas meja, sederet sajian ikan air tawar yang digoreng dan dimasak mangut tampak menggugah selera. Beberapa jenis sambal dan olahan sayur juga memenuhi meja makan kami. Semangkuk sajian mangut berkuah kuning terlihat menonjol di antara ikan-ikan yang digoreng. Sekilas tak jauh berbeda dengan mangut lele. Namun ketika dicicipi, rasa dagingnya agak lebih liat ketimbang lele. Belakangan saya tahu mangut yang dimasak Bu Surat adalah mangut ikan gabus dari Sungai Progo. Pak Basri dan Bu Surat tampaknya menganggap mangut lele sudah terlalu mainstream hingga si Channa Striata dijadikan sebagai pengganti ikan berkumis tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menu selanjutnya yang menggelitik rasa penasaran adalah semangkuk sayur lompong berkuah kuning. Setahu saya tak banyak tempat makan yang menyediakan menu masakan dari batang tanaman caladium ini. Terbayang rasa geli dan gatal di lidah ketika mencicipi potongan batang lompong. Namun alih-alih gatal, sayur lompong yang dimasak Bu Surat rasanya lezat dengan perpaduan pedas, sedikit manis dan segar. Menu sayuran yang langka ini pun seketika menjadi primadona di lidah kami.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Perjalanan yang cukup jauh dan berlokasi mblusuk serta lamanya waktu menunggu sajian dihidangkan, semua terbayar dengan rasa lezat dari masakan bu Surat. Suasana ndeso di Legokan Ngancar, suara gemericik pertemuan aliran Sungai Bedog dan Progo serta semilir angin menambah rasa nikmat ketika kami bersantap.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/rumah-makan-legokan-ngancar/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-23271561828706427022017-02-18T11:32:00.002-08:002017-02-18T14:19:30.579-08:00SATE KAMBING MBAH MARGO<b>Sate Paling Kondang di Kulon Progo</b><br />
<div>
<div>
Sate kambing lengkap dengan bumbu kecap, irisan bawang merah dan kubis dipadukan dengan nasi putih pulen nan wangi berhasil membuat nama Mbah Margo jadi kondang seantero Kulon Progo. Tak heran jika sate kambing ini jadi langganan banyak orang.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2hWZhjF7kGqhR9sqg1_Sk6xJ9HspSfNUPYAu8-kF0EtAckt2Q7oplZ3eJd3iCzvnta8Ycyns-ZnUQrAIwJ-crPJIp8Ps6RqZdFQlv1jHAWx7HbPvVpLWIf5UajemgbzSw00ohJ8YJ_s_T/s1600/img-20120709-00144.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="450" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2hWZhjF7kGqhR9sqg1_Sk6xJ9HspSfNUPYAu8-kF0EtAckt2Q7oplZ3eJd3iCzvnta8Ycyns-ZnUQrAIwJ-crPJIp8Ps6RqZdFQlv1jHAWx7HbPvVpLWIf5UajemgbzSw00ohJ8YJ_s_T/s640/img-20120709-00144.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 25.000 / porsi</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 20.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Boto, Kembang, Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Siang itu, ketika kami mampir ke Warung Sate Mbah Margo, beberapa mobil dan motor parkir silih berganti. Dua orang karyawan sibuk mengiris dadu daging kambing segar dan menusukannya di jeruji-jeruji besi, kemudian membakarnya di atas bara. Aroma daging bakarnya menggugah selera. Sementara itu, seorang wanita sepuh berpakaian Jawa terlihat sedang duduk bercakap-cakap dengan seorang laki-laki berbadan besar di kursi depan warung. Beliaulah Mbah Margo, si pemilik warung sate paling kondang di Kulon Progo.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sate Kambing Mbah Margo usianya hampir sama dengan usia Republik Indonesia. Di sini, Mbah Margo tidak hanya menjual sate, melainkan beberapa olahan daging kambing lainnya seperti tongseng, gule dan tengkleng. Meskipun terlihat sederhana, warung sate yang sekaligus rumah tinggal Mbah Margo ini memiliki pelaggan tetap yang berasal dari semua kalangan, dari rakyat biasa sampai para pejabat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sambil menunggu pesanan datang, kami mencoba berbincang sejenak bersama beliau yang tengah duduk di "singgasananya". Mbah Margo memang selalu senang bercerita bersama para pelanggan satenya, sembari menunggu pesanan mereka selesai dibuat. Dengan suara lirihnya beliau bercerita bahwa dulu sebelum usahanya sukses seperti ini, beliau dan suami harus berjalan keliling kampung untuk berjualan demi menghidupi lima anaknya. Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1965 pasangan ini berhasil mendirikan warung sate di rumah yang saat itu masih rumah sewaan. Usaha ini pun terus berkembang hingga seperti sekarang ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aroma harum daging menyela perbincangan kami. Sepiring sate kambing dan tongseng serta sebakul nasi putih pulen tersaji di meja. Mbah Margo mempersilakan kami menikmati sajian khas di warungnya tersebut. Berbeda dengan warung sate kebanyakan, sate di sini disajikan tanpa tusuknya. Daging-daging kambing tersebut sengaja dilepas dari tusuknya ketika dihidangkan sehingga mudah dinikmati.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Cita rasa daging kambing yang nikmat tanpa bumbu berlebihan sukses menggoyang lidah. Jika diperhatikan, sate kambing ini dibakar mirip dengan sate klathak khas Imogiri, dengan jeruji besi. Namun, di sini, sate ini disiram dengan kuah kecap dan disajikan lengkap dengan irisan kubis serta bawang merah yang tak kalah nikmatnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Usai menikmati sate, saatnya untuk mencicipi tongsengnya. Racikan bumbu tongseng ini terasa berbeda sejak suapan pertama. Nikmatnya daging kambing lembut dipadukan dengan kuah tongseng yang kental namun tetap segar terasa begitu nendang di mulut. Manis dan gurihnya pas, sehingga kami tak bisa berhenti hingga suapan terakhir. Hari beranjak sore, sate dan tongseng telah menyesaki perut. Segelas jeruk nipis hangat pun menjadi penutup yang sempurna.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/sate-kambing-mbah-margo/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-10504555990611034652017-02-18T11:18:00.000-08:002017-02-18T14:19:45.815-08:00OSENG-OSENG MERCON BU NARTI<b>Pedasnya Meledakkan Mulut</b><br />
<div>
<div>
Nasi putih panas dipadu oseng-oseng super pedas meledak di mulut. Kelezatan kikil bercampur aneka bumbu dapur menggoyang lidah, menuntut kita untuk pantang berhenti menyuap.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwYXZSchMdmFnM_vuzSMCbZDdKPWW9qCUEv0zkb7z0sW7TA4Qrf4C3PRXAnlN4TnSl4GGXiYMmdFOCk5cY8ZnU0upQsC_BOEqlKOJudfFZl9Nn89vmkcHLn452LqvoJ6RY3zydzIE7TblF/s1600/OSENG-OSENG+MERCON+BU+NARTI.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="424" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwYXZSchMdmFnM_vuzSMCbZDdKPWW9qCUEv0zkb7z0sW7TA4Qrf4C3PRXAnlN4TnSl4GGXiYMmdFOCk5cY8ZnU0upQsC_BOEqlKOJudfFZl9Nn89vmkcHLn452LqvoJ6RY3zydzIE7TblF/s640/OSENG-OSENG+MERCON+BU+NARTI.jpeg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Harga makanan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 15.000 / porsi</div>
<div>
Harga minuman<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 2.000 - Rp 3.000</div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> = 17.00 - 23.00 WIB</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. KH ahmad Dahlan, Gang Purwodiningratan, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Puluhan orang duduk lesehan di atas tikar di pinggir jalan. Raut wajah mereka tampak terengah-engah, matanya melotot. Beberapa sibuk mengelap peluh di keningnya. Padahal orang-orang ini bukan sedang berolahraga, mereka sedang makan malam! Ya, situasi ini terjadi di sebuah warung tenda di daerah Kauman, Yogyakarta. Makanan seperti apa rupanya yang membuat acara makan malam terlihat begitu melelahkan?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Inilah efek dari oseng-oseng mercon. Makanan kreasi Bu Narti ini kini telah menjadi kuliner khas Yogyakarta. Berdiri sejak tahun 1998 saat negara ini sedang dilanda krisis ekonomi, demi meneruskan hidup setelah ditinggal mati sang suami. Kondang hingga ke berbagai kota, menarik setiap pejalan untuk mencoba.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mercon, yang dalam Bahasa Indonesia adalah petasan menjadi nama kuliner bukan tanpa sebab. Buntelan mesiu yang sering dipakai dalam perayaan Imlek dan meramaikan lebaran ini seolah meledakkan dirinya di mulut. Seperti pejuang berani mati yang mengantar bom ke sarang musuh. Begitulah oseng-oseng racikan Bu Narti meluluh lantakkan kita. Membuat mata melotot, terengah-engah sambil mengipas lidah, hingga gobyos kotos-kotos, peluh bercucuran membasahi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dilihat dari bentuknya, tak ada yang menarik dari hidangan ini. Hanya nasi putih panas ditemani oseng-oseng sederhana berisi kikil, gajih, kulit, dan tulang muda. Orang Jogja menyebutnya koyoran. Terlihat sangat berminyak, ditambah kepungan irisan cabai rawit yang bijinya menempel di koyoran. Sedikit mengerikan. Bila didiamkan sebentar saja oseng-oseng ini akan membeku, kaku. Bukti kandungan lemak yang begitu banyak. Maka makanlah dengan cepat. Panas nasi putih juga bisa membantu memperlambat proses pembekuan lemak. Toh, makan mercon selezat ini mana bisa lambat-lambat, semua gerak cepat, tak sabar merasakan ledakan-ledakan selanjutnya. Kalau-kalau menyerah diserang pedas, menu lain seperti ayam, burung puyuh, dan lele akan membantu memulihkan lidah. Kapok lombok namanya. Terengah-engah kepedesan begitu rupa, tapi tak mau berhenti. Dan besok rasanya ingin kembali, merasakan lagi ada mercon meledak di mulut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menurut Bu Narti, sang empunya warung ini, nama oseng-oseng mercon adalah pemberian dari budayawan Cak Nun. Konon, beliau sering makan di sini bersama istrinya atau teman-teman seniman. Saking luar biasa pedas, nama-nama selain mercon juga disematkan untuk oseng-oseng ini, misalnya bledeg dan halilintar. Bila ingin merasakan sambaran halilintar datanglah di akhir pekan karena khusus di malam minggu, Bu Narti akan melipat gandakan komposisi cabainya. Bila di hari biasa untuk 50 kg koyoran dicampur dengan 6 kg cabai, maka di akhir pekan Bu Narti akan menambah jumlah cabai. Seberapa banyak? Beliau merahasiakannya, yang pasti jauh lebih pedas. Nah, meskipun bukan musim hujan, bersiap-siaplah tersambar halilintar kiriman Bu Narti.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/oseng-oseng-mercon/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-85529087502113456922017-02-18T11:01:00.003-08:002017-02-18T14:19:59.373-08:00JADAH TEMPE MBAH CARIK<b>Dua Sejoli dari Jogja Tempoe Doeloe</b><br />
<div>
<div>
Makanan memiliki nostalgia tersendiri yang mampu mengingatkan kita pada momen-momen tertentu di balik rasa dan aromanya. Seperti kisah dua sejoli, si Jadah dan si Tempe dari Kaliurang.</div>
</div>
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhs9TrQG219xvfCNfefHy28N3FcIda_L09UyNq9JTZzCu7P9Bcq1HRMGZzNLj3vzwgl86nZC8ZUR4Ew9_XY4cuu6KKtY6fA2PoljCIlglcvk_Gsx-XuGwgLZEZcivLFWyq8SnqJvhvJ6HgH/s1600/JADAH+TEMPE+MBAH+CARIK.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhs9TrQG219xvfCNfefHy28N3FcIda_L09UyNq9JTZzCu7P9Bcq1HRMGZzNLj3vzwgl86nZC8ZUR4Ew9_XY4cuu6KKtY6fA2PoljCIlglcvk_Gsx-XuGwgLZEZcivLFWyq8SnqJvhvJ6HgH/s640/JADAH+TEMPE+MBAH+CARIK.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 07.00 - 18.00 WIB</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Astomulyo, Simpang Lima Wara Kaliurang, Sleman, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Subuh itu Kaliurang masih diselimuti oleh kabut ketika kami tiba di warung Jadah Tempe Mbah Carik. Meski begitu, kesibukan di dapur Mbah Carik telah dimulai. Beberapa orang terlihat memarut kelapa dan menggoreng tahu serta tempe yang telah dibacem semalaman. Kami pun langsung bergabung di dapur untuk melihat proses pembuatan jadah tempe Mbah Carik yang terkenal itu. Kelezatan dari jadah tempe Mbah Carik masih bertahan hingga sekarang dengan rasa yang khas karena memasaknya pun masih dengan cara tradisional, yaitu menggunakan kayu bakar. Pertama-tama parutan kelapa dicampur dengan beras ketan dan bumbu lain sampai rata, kemudian dikukus menggunakan dandang di atas tungku. Setelah dikukus selama satu setengah jam, jadah yang masih setengah jadi diangkat kemudian ditumbuk. Sungguh menggiurkan melihat asap masih mengepul dari campuran ketan, parutan kelapa dan bahan lain yang baru matang. Selanjutnya, adonan yang sudah ditumbuk mulai dibentuk hingga jadilah Jadah Mbah Carik yang gurih serta kenyal.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Keluar dari kesibukan di dapur, kami menemui Mbah Sudimah, generasi kedua Mbah Carik. Beruntung kami bisa bertemu langsung dan bercakap-cakap bersama beliau. Pagi itu sinar matahari sedikit menghangatkan hawa dingin yang sedari tadi menyelimuti Kaliurang. Sembari duduk-duduk dan berjemur di bawah mentari, kami pun tenggelam dalam nostalgia Mbah Sudimah yang asyik bercerita tentang sejarah Jadah Tempe Mbah Carik.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Bermula pada tahun 50-an, terdapat pesanggrahan keluarga Keraton Yogyakarta di kawasan Kaliurang. Mbah Ngadikem yang merupakan pendiri Jadah Tempe Mbah Carik pada masa itu hanya berjualan tahu, tempe, dan pecel di sekitar taman kanak-kanak Kaliurang. Kemudian Gusti Pintaka (istri Sri Sultan Hamengkubuwana IX) memberi saran kepada Mbah Ngadikem untuk berjualan di Telaga Putri. Beliau pun menjadi orang pertama yang berjualan di Telogo Putri. Tidak hanya menjual tahu dan tempe bacem atau pecel, beliau berinovasi untuk menjual jadah yang dipadukan dengan tempe bacem. Akhirnya Mbah Ngadikem menjadi langganan Keraton karena kuliner hasil inovasinya disukai oleh kerabat Keraton. Dari sanalah usaha jadah tempenya dimulai. Lalu untuk membedakan dengan kuliner sejenis, pihak Keraton memberikan nama bagi usaha jadah tempe Mbah Ngadikem. Nama "Jadah Tempe Mbah Carik" pun dipilih sebagaimana Mbah Ngadikem merupakan istri seorang carik desa. Akhirnya sebutan itu melekat hingga saat ini lalu menjadi brand usaha jadah tempe legendaris di Jogja. Selain itu Jadah Tempe Mbah Carik telah mendapatkan penghargaan sebagai pencetus pertama jadah tempe.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jadah dan tempe, mula-mula keduanya dimakan secara bersamaan dalam satu tangkup, yaitu satu jadah dan satu tempe. Namun saat ini jadah tempe biasa dinikmati oleh kebanyakan orang dengan cara seperti memakan burger. Dua buah jadah ditangkup dengan satu tempe bacem di tengahnya sehingga banyak orang menyebutnya sebagai "burger Jawa". Jadah tempe merupakan ikon kuliner di daerah Kaliurang, maka tidak lengkap rasanya bila kita berkunjung ke Kaliurang tanpa mencicipi makanan tradisional ini. Perpaduan antara gurihnya jadah serta teksturnya yang kenyal dengan legitnya tempe bacem ditambah cubitan rasa pedas cabe rawit memberi sensasi yang beraneka ragam.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Jika kita membeli jadah tempe di warung Mbah Carik dijamin jadah tempenya dalam keadaan fresh karena kuliner ini dibuat pagi-pagi sekali. Selain itu, jadah hanya bertahan selama satu hari mengingat makanan yang terbuat dari beras ketan ini tidak dapat bertahan lama. Tapi jangan khawatir, selain jadah dan tempe, masih banyak pilihan makanan lain yang dijual seperti wajik, ampyang, peyek, tahu bacem, atau aneka ragam jajanan yang bisa dijadikan oleh-oleh. Jadi jika berkunjung ke Kaliurang cobalah untuk mampir ngeteh dan cicipi dua sejoli jadah tempe legendaris di Jogja ini!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tak terasa matahari semakin tinggi, setelah puas bernostalgia dan perut sudah terisi dengan nikmatnya Jadah Tempe Mbah Carik akhirnya kami pulang dengan perut kenyang. Sedapnya Jadah Tempe Mbah Carik pun masih terasa melekat di lidah, bak kenangan yang berdiam dalam diri.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/jadah-tempe-mbah-carik/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-49731571815249279462017-02-18T10:41:00.003-08:002017-02-18T14:20:05.298-08:00ROJO JENGKOL'S<b>Jengkol "Ramah Lingkungan" yang Bikin Ketagihan</b><br />
Jengkol merupakan salah satu makanan favorit yang sulit ditemukan di Yogyakarta. Baunya yang kuat juga menjadi momok tersendiri bagi para penikmatnya. Di Rojo Jengkol's, kita bisa menikmati jengkol tanpa harus takut dengan aromanya yang menyengat.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEOJ7WZEZjQWIU4PylD8dKtRPfDQiw80dM9TvsfrLvDepagp06m1NKG01IRdN0_O5hAzwJUsHpuq7Akd3C9YpKuj1KC6iDJgsIHIGySR5kUJ_FMwNccTh-V03WNdPPUia17FM_R2IIyRKa/s1600/ROJO+JENGKOL.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEOJ7WZEZjQWIU4PylD8dKtRPfDQiw80dM9TvsfrLvDepagp06m1NKG01IRdN0_O5hAzwJUsHpuq7Akd3C9YpKuj1KC6iDJgsIHIGySR5kUJ_FMwNccTh-V03WNdPPUia17FM_R2IIyRKa/s640/ROJO+JENGKOL.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Jam Buka = 07.00 - 16.00 WIB<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Kabupaten km 2, Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
Suasana sunyi menemani kami ketika berbelok ke Jl. Kabupaten, sebuah kawasan teduh tidak jauh dari pusat kota Jogja. Pohon-pohon besar memayungi kami dari matahari pagi yang menyengat, menemani kami sepanjang jalan menuju Rojo Jengkol's. Meski baru berusia 3 minggu, warung ini sudah cukup terkenal karena menunya yang jarang ditemukan di Kota Jogja: jengkol. Konon, Rojo Jengkol's merupakan tempat makan spesialis jengkol pertama di Yogyakarta, dan disebut-sebut memiliki rasa yang lezat. Penasaran dengan hal ini, kami pun datang ke warung di tepi Jl. Kabupaten ini.<br />
<br />
Rojo Jengkol's bisa dikenali dengan spanduk warna hitam yang terpasang di depannya. Kami disambut oleh Heri "Kuncung", pemilik Rojo Jengkol's sekaligus seorang MC yang sering mengisi berbagai acara hiburan di Yogyakarta. Warungnya terlihat cukup sederhana, hanya terdiri atas sebiji gerobak kecil dan dua meja makan di teras rumah. Di atas gerobak, terlihat beberapa baskom berukuran besar yang berjejeran, berisi empat menu jengkol yang disajikan: semur jengkol, gulai jengkol, rendang jengkol, dan balado jengkol. Atas saran Heri, kami pun memesan balado jengkol dan rendang jengkol yang terlihat menggoda.<br />
<br />
Setelah menunggu beberapa saat, pesanan kami pun datang. Baik rendang jengkol dan jengkol balado disajikan dalam mangkuk kecil, bersebelahan dengan nasi putih hangat yang masih mengepul. Kami langsung menundukan wajah ke hidangan di hadapan kami, berusaha mencium aroma khas jengkol yang biasanya tercium kuat. Anehnya, aroma yang kami harapkan sama sekali tidak muncul, digantikan dengan aroma rempah yang kuat dari bumbu kedua menu ini.<br />
<br />
Karena sudah tidak sabar, kami langsung menyantap kedua menu yang tersedia. Jengkol balado terasa sedikit pedas, efek dari bumbu cabe dan daun jeruk yang digunakan. Jengkolnya sendiri terasa empuk, namun masih memiliki tekstur mirip kentang yang menjadi ciri khas biji ini. Tidak ada rasa pahit yang biasanya muncul di bagian tengahnya, kecuali jika lidah kita benar-benar tajam dan bersih dari bumbu balado yang melumuri bagian luar biji ini.<br />
<br />
Rasa yang sama juga terasa di menu rendang jengkol yang kami pesan, namun dengan tekstur yang lebih lembut. Waktu pemasakan yang lebih lama mungkin membuat jengkol bumbu rendang ini terasa lebih empuk, mirip kentang rebus yang hampir matang. Bumbu rendang yang kental dan agak manis terasa meresap ke dalam biji jengkol yang rapat, terasa cukup nikmat bila dimakan bersama nasi hangat.<br />
<br />
Selesai makan, kami pun berbincang-bincang dengan Heri yang masih sibuk membersihkan gerobak dagangannya. MC bernama panggung Kuncung ini begitu bersemangat menceritakan bagaimana ia memulai bisnis kecil tersebut.<br />
<br />
<i>"Awalnya saya hanya iseng mau mencari sampingan ketika nggak ada kerjaan MC,"</i> kata pria berkacamata ini. <i>"Entah kenapa kepikiran soal jengkol. Ya sudah, jadi deh Rojo Jengkol's ini."</i><br />
<br />
Selain makan di tempat, Rojo Jengkol's juga menyediakan jasa pesan antar dengan pesanan minimal 5 porsi. Meskipun baru 3 minggu, Heri sudah kewalahan mengatasi pesanan yang datang dari berbagai kota di Indonesia, seperti Surabaya dan Jakarta. Beberapa orang bahkan jauh-jauh datang dari luar kota hanya untuk mencicipi makanan masakannya, kemudian langsung pulang sambil membawa berkilo-kilo jengkol matang yang sudah dibungkus secara khusus.<br />
<br />
<i>"Lah ini malah Pak Wakil Walikota mau datang, bingung saya,"</i> kata Heri sambil menunjukkan layar hp-nya ke kami.<br />
<br />
Menurut Heri, warung ini terinspirasi dari pengalamannya yang kesulitan menikmati jengkol kesukaannya. Jarang sekali ada warung yang menyajikan jengkol di Yogyakarta, sehingga para penikmat jengkol pun merasa kesulitan mencari makanan kesukaannya ini. Selain itu, aroma jengkol yang kuat kerap membuat orang merasa malu menikmatinya secara blak-blakan, sehingga dianggap sebagai masakan yang tabu. Hal inilah yang membuat Heri membuat konsep "Jengkol Ramah Lingkungan" untuk warung Rojo Jengkol's miliknya ini.<br />
<br />
<i>"Di sini, setiap orang bisa makan jengkol, tanpa harus mencemari lingkungan dengan aromanya. Tidak perlu takut karena aroma jengkol kami tidak akan menempel di mulut atau di kamar mandi."</i> kata Heri.<br />
<br />
Heri pun menjelaskan cara pemrosesan biji jengkol yang dia pelajari dari mami-nya. Menurutnya, kunci utama ada pada perendaman dalam waktu yang lama, serta perebusan menggunakan rempah-rempah. Perendaman dilakukan selama 5-7 hari untuk menghilangkan racun dan aroma yang ada di dalam jengkol. Biji jengkol tersebut kemudian direbus bersama berbagai campuran rempah-rempah rahasia yang menghilangkan aroma jengkol secara sempurna, sekaligus memberikan tekstur yang lembut dan cita rasa yang lebih menarik.<br />
<br />
<i>"Saya nggak pakai bahan yang aneh-aneh, seperti arang atau batu kapur yang biasa dipakai orang lain. Di sini murni pakai rempah-rempah Indonesia,"</i> jelasnya.<br />
<br />
Heri percaya bahwa proses yang lama ini juga dapat menghilangkan racun jengkol yang sering ditakuti para pecinta makanan unik ini. Seperti yang umum diketahui, konsumsi jengkol yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit "jengkolan", atau dalam bahasa medis disebut djenkolism. Penyakit ini disebabkan oleh asam jengkolat, senyawa dalam golongan asam amino yang terkandung dalam biji jengkol dan mudah mengkristal dalam kondisi asam. Di ginjal dan kandung kemih, asam jengkolat dapat berubah menjadi kristal yang tajam dan dapat melukai saluran air seni para pengkonsumsi jengkol. Hal inilah yang menyebabkan berbagai gejala menyakitkan pada penderita penyakit jengkolan, mulai dari sulit buang air kecil, air seni berdarah, hingga kerusakan ginjal.<br />
<br />
Meskipun kedengaran berbahaya, tanaman masih termasuk keluarga kacang-kacangan ini juga punya banyak manfaat lho! Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa jengkol dapat memperbaiki kondisi gula darah pada tikus yang terjangkit diabetes. Selain itu, jengkol juga memiliki banyak kandungan protein hingga 23%, lebih tinggi dari tempe (19%), susu (7%) dan telur ayam (13,6 %). Dengan banyaknya manfaat yang terkandung, tidak ada salahnya kita menikmati jengkol tanpa harus merasa takut dengan bau dan racun yang dikandungnya.<br />
<br />
<i>"Jadi, nggak perlu takut makan jengkol,"</i> tutup Heri sambil tersenyum.<br />
<br />
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/rojo-jengkols/agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-88128589788888654042017-02-18T10:07:00.002-08:002017-02-18T14:20:09.788-08:00DEPOT SETIAWAN<b>Ketika Pak Koki Restoran Memasak Bakmi di Pinggir Jalan</b><br />
<div>
<div>
Makanan pinggir jalan tidak selalu memiliki rasa yang pas-pasan. Di Depot Setiawan, kita bisa menikmati bakmi pinggir jalan dengan porsi yang besar, dimasak oleh Pak Koki veteran yang tidak lagi bekerja di restoran.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgPbWTa4ATS06YzuYbCn0S6uXchMo8VrS4jaVEVnmjH0JGGcyo3KhH0SmRiqsLwuXuTN8sDoHCPBHJxhKDmrQuxpW0X14_DZKoTZpPdlqLfN9ldlXIvErFHSrParBu4XRFPtsgwfGbaTVz/s1600/DEPOT+SETIAWAN.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="422" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgPbWTa4ATS06YzuYbCn0S6uXchMo8VrS4jaVEVnmjH0JGGcyo3KhH0SmRiqsLwuXuTN8sDoHCPBHJxhKDmrQuxpW0X14_DZKoTZpPdlqLfN9ldlXIvErFHSrParBu4XRFPtsgwfGbaTVz/s640/DEPOT+SETIAWAN.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 17.00 - Habis</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. Wonosari km 7 Mantup, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Kami baru saja melewati Lampu Merah Mantup di tengah keramaian Jl. Wonosari di kala senja, ketika sebuah warung kecil di pinggir jalan mencuri perhatian kami. Warung ini terlihat berbeda dari warung biasanya; dipenuhi oleh pramuniaga yang berpakaian ala maid berjalan mondar-mandir dari satu sudut ke sudut lain. Di bagian depan, terlihat sebuah dapur terbuka (open kitchen) dengan tiga kompor yang menyala, dioperasikan oleh seorang koki dengan pakaian putihnya yang khas. Kami jadi heran, kenapa kostumnya formal sekali ya? Padahal ini hanya warung di pinggir jalan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Karena penasaran, kami memutuskan untuk duduk dan memesan makanan di warung yang ternyata bernama Depot Setiawan ini. Sebagian besar menu di sini berasal dari gaya masakan Tionghoa-Indonesia, seperti nasi goreng, bakmi, kwetiau, cap cay, fu yung hai dan pak lay. Selain itu, Depot Setiawan juga menyajikan ayam goreng, ayam saus mentega, steak ayam dan magelangan. Setelah lama berdiskusi, kami pun memutuskan untuk mencicipi salah satu menu yang katanya paling laris di depot ini: bakmi goreng dan cap cay sayur dengan porsi jumbo.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Nah, sambil menunggu hidangan tersedia, kami pun bercengkrama dengan pak koki yang sedang sibuk beratraksi: memasak 3 hidangan berbeda sekaligus! Rupanya, pria bernama asli Ruwanto ini memang memiliki latar belakang koki. Selama bertahun-tahun, Pak Ruwanto bekerja di berbagai restoran di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung dan Surabaya. Pada tahun 1995, Pak Ruwanto memutuskan untuk berhenti bekerja di restoran dan membuka depot kecil di pinggir jalan ini, yang ternyata selalu ramai hingga sekarang. Nama "Setiawan" sendiri diambil dari nama anak pertamanya yang sudah besar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saat membuka depot, Pak Ruwanto ternyata tidak mau meninggalkan kebiasaan di tempatnya bekerja dulu. Baju koki yang menjadi trademark-nya tetap digunakan hingga saat ini, menjadi salah satu ciri khas dari Depot Setiawan. Pegawainya pun memakai pakaian pelayan seperti di restoran resmi, terlihat mencolok dari Jl Wonosari yang ramai.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah beberapa saat menunggu, hidangan yang kami pesan pun datang. Porsi yang disajikan ternyata benar-benar jumbo. Bakmi goreng yang dipesan terlihat menggunung di atas piring lebar, dengan berbagai topping seperti potongan bakso, daging ayam, dan telur orak-arik. Mie-nya cukup kenyal dengan aroma rempah yang cenderung minimalis. Begitu dijajal, rasa kecap dan rempah yang gurih cukup mendominasi, tapi mungkin tidak terlalu cocok bagi yang kurang suka manis.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Cap cay yang disajikan juga memiliki porsi jumbo, terdiri dari potongan kol, kubis dan wortel yang ditumis bersama potongan ayam dan telur orak-arik. Ketika dicoba, rasa asin-gurih khas kuah kaldu cap cay terasa pas, berpadu dengan tekstur sayuran yang masih krenyes-krenyes. Tidak perlu tambahan nasi untuk menikmati hidangan ini, karena porsinya saja sudah membuat perut kita kenyang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Nah, bicara soal bakmi dan cap cay, tahukah nggak sih bahwa kebanyakan resep kedua masakan tersebut merupakan modifikasi dari racikan aslinya di Tiongkok? Ya, karena hubungan masyarakat Indonesia dan Tiongkok begitu erat, ada banyak sekali pertukaran budaya antar dua kawasan ini, termasuk dalam hal kuliner. Berbagai resep masakan asli Tiongkok seperti nasi goreng, bakmi, kwetiau, cap cay, dan lain-lain dibawa Indonesia, dengan sedikit modifikasi untuk menyesuaikan ketersediaan bahan dan citarasa masyarakat Nusantara. Resep-resep masakan hasil modifikasi ini yang kemudian disebut dengan gaya kuliner Tionghoa-Indonesia seperti yang sering kita temui saat ini, baik di restoran besar maupun di warung pinggir jalan, seperti Depot Setiawan milik Pak Ruwanto ini.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/depot-setiawan/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-44759772449777801132017-02-18T09:46:00.001-08:002017-02-18T14:20:17.096-08:00KEDAI KOPI MENOREH PAK ROHMAT<b>Robusta Aroma Moka Ala Perbukitan Kapur Jogjakarta</b><br />
<div>
<div>
<div>
<div>
Sebagai minuman sejuta umat, kopi selalu mampu menciptakan berbagai emosi bagi para pecandu kafein. Di Kedai Kopi Menoreh Pak Rohmat, kita bisa menikmati kopi tradisional ala Perbukitan Menoreh dan suasana ala pedesaan yang sulit untuk dilupakan.</div>
</div>
</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT9ltcNzPlyKVN3p82-Dv1WBFd2kyLdDMJN3R0c1FLDHLFiA-H0LTpecOX0PVVEAcpCN1bTCxEE2n8Bx_GgQx59CuI7hZDSfe3fjyfySEl_N1aQaUjZQRNpJFdkihQp6dpibfNH4pTAiSy/s1600/KEDAI+KOPI+MENOREH+PAK+ROHMAT.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT9ltcNzPlyKVN3p82-Dv1WBFd2kyLdDMJN3R0c1FLDHLFiA-H0LTpecOX0PVVEAcpCN1bTCxEE2n8Bx_GgQx59CuI7hZDSfe3fjyfySEl_N1aQaUjZQRNpJFdkihQp6dpibfNH4pTAiSy/s640/KEDAI+KOPI+MENOREH+PAK+ROHMAT.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
Buka setiap hari</div>
</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Madigondo, Sidoharjo, Samigaluh, Yogyakarta, Indonesia</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
<i>"Monggo, Mas, helmnya diletakan di dalam saja,"</i> ujar Pak Rohmat, seorang pria paruh baya yang menyambut kami di halaman depan rumah tersebut. Senyumnya dan gestur tubuhnya begitu ramah, menggambarkan kehangatan khas masyarakat pedesaan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami mengikuti langkah kaki Pak Rohmat menuju bagian belakang rumahnya yang tidak terlalu besar. Tanpa disangka, mata kami justru disambut dengan pemandangan taman rahasia yang asri, tersembunyi dari jalan utama yang menuju ke atas bukit. Sebuah gazebo sederhana terlihat di pojok taman tersebut, dibentuk dari material bambu dan ijuk yang terlihat cantik. Barisan meja dan kursi kayu tersusun rapi di dalamnya, membawa kesan hangat terkena sinar lampu pijar yang ada di atasnya. Kami pun memutuskan duduk di salah satu meja besar yang ada di dalam gubuk tersebut, sambil berusaha menghangatkan badan setelah terkena hujan sepanjang jalan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sambil menunggu kopi yang kami pesan, kami memutuskan untuk menikmati suasana sejuk ala pedesaan di kedai ini. Gazebo yang kami tempati ternyata menghadap ke sebuah lembah yang tidak terlalu dalam, dipenuhi oleh tanaman hijau serta tertutup kabut tipis. Sebuah sungai kecil terlihat samar di dasar lembah, tersembunyi di antara pepohonan rindang yang menghalangi pandangan. Udara di kedai terasa segar ketika angin berhembus, bercampur dengan secercah aroma khas daun kopi dari kebun di sekitar kedai. Suara hujan rintik-rintik terus terdengar seakan tak mau berhenti, bercampur dengan nyanyian sendu para jangkrik dan seekor burung hantu yang entah di mana wujudnya berada. Orkestra alam ini semakin ramai selepas magrib berlalu, ketika kami melihat beberapa ekor kunang-kunang yang tiba-tiba muncul dan berterbangan dari semak-semak. Sungguh sebuah suasana eksotik yang jarang kita temui di tengah kota, membawa kami tenggelam dalam imajinasi masing-masing.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lamunan kami tiba-tiba buyar ketika Pak Rohmat kembali datang, kali ini dengan 3 nampan besar berisi penan yang sudah kami tunggu-tunggu. Di atas nampan tersebut, tersaji berbagai macam cemilan berupa kacang rebus, singkong rebus, tahu isi, serta geblek yang merupakan makanan khas Kulon Progo. Selain itu, ada juga beberapa gelas kecil berisi gula aren padat, gula pasir, gula aren cair, dan tentunya kopi hitam pekat dengan aromanya yang khas. Seluruh makanan ini disajikan secara cantik di atas nampan kayu, menggoda kita untuk mengabadikannya dengan kamera. Namun, saya justru kebingungan; perasaan kami hanya memesan kopi, kenapa tiba-tiba disajikan makanan sebanyak ini?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Ini satu paket, Mas, setiap pesan kopi memang sudah termasuk makanan ringan ini,"</i> kata Pak Rohmat begitu saya menanyakan hal tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami memesan 2 jenis kopi yaitu arabika dan robusta, keduanya berasal dari kebun Pak Rohmat yang ada di sekitar kedai ini. Menurut Pak Rohmat, beliau tidak memiliki alat brewing yang bermacam-macam seperti di cafe. Kopi di kedai ini hanya diseduh dengan cara direbus bersama air panas, atau yang lebih terkenal dengan nama turkish brew. Konon rasa kopi yang dihasilkan dari metode ini cenderung lebih kuat dan dengan body yang lebih mantap. Pak Rohmat pun bercerita bahwa metode ini paling sering digunakan oleh warga setempat dan diajarkan dari generasi ke generasi. Beliau mengaku tidak ingin membeli alat lain untuk menjaga kesan "sederhana" yang dimiliki kedai tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sambil berbincang-bincang dengan pak Rohmat, saya pun mencuri kesempatan untuk mencoba kedua jenis kopi yang sudah disajikan. Baik kopi arabika dan robusta mengeluarkan aroma samar yang tidak terlalu kuat. Kopinya sendiri terlihat agak pekat dengan crema (busa) yang cukup banyak, menandakan kesegaran biji kopi yang tidak terlalu lama disimpan. Begitu dicecap, kopi arabika memberikan rasa yang lembut dan sedikit watery, namun tidak terasa kesan masam yang biasa ditemui pada kopi jenis ini. Pak Rohmat pun mengaku kalau kopi arabika di kebunnya memang kurang baik, kemungkinan besar akibat ketinggiannya yang terlalu rendah dan kurang efektif untuk pertumbuhan pohon Coffea arabica.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Tapi kalau robusta lebih oke, Mas. Kebanyakan pohon di kebun saya memang berasal dari jenis robusta,"</i> kata Pak Rohmat sambil menyodorkan secangkir kopi lain di hadapan kami.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Klaim Pak Rohmat ternyata tidak bohong, terbukti dari rasa yang lebih mantap ketika kami mencicipi seduhan Coffea robusta yang disajikan. Rasanya lebih kental dengan sedikit citarasa pahit yang tidak terlalu menyengat. Jika cukup jeli, kita juga bisa merasakan seberkas aroma coklat pada kopi tersebut, sehingga rasanya mirip moka. Jangan salah, tidak ada satupun bubuk coklat yang dicampurkan di seduhan kopi ini, rasa moka tersebut justru muncul sebagai bagian dari karakter biji itu sendiri. Hal ini membuat kopi robusta Pak Rohmat terasa pas di lidah penikmat kopi pemula, apalagi jika dinikmati bersama geblek yang dicocol ke gula aren cair yang sudah tersedia di atas nampan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sambil menyeruput kopi dan menikmati kacang rebus, kami mendengarkan cerita Pak Rohmat tentang kedai kopinya yang mulai populer ini. Menurut Pak Rohmat, pengalaman berjualan kopi beliau rintis sejak tahun 2010, ketika masih menjadi kuli bangunan. Biji kopi yang beliau olah sendiri ditawarkan ke rekan-rekan sesama kuli, dan ternyata banyak yang suka. Dari sini, beliau pun mendapatkan berbagai koneksi yang akhirnya membuat kopi buatannya semakin terkenal, bahkan hingga dipesan berbagai kafe dan hotel di Yogyakarta. Kedainya sendiri ternyata baru berumur sekitar satu tahun, dibuat berdasarkan saran dari koleganya yang melihat potensi wisata cukup besar di wilayah tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Mulai saat itu banyak yang datang, Mas, mulai dari tamu biasa, peserta touring moge, wisatawan asing, dan lain-lain. Kadang bisa sampai ratusan orang."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pak Rohmat pun bercerita bahwa kopi yang ia buat tidak dihasilkan secara asal, namun masih berkaidah pada metode tradisional dari nenek moyang. Jika kebanyakan petani lain langsung memproses seluruh kopi yang sudah masak, Pak Rohmat hanya memproses buah kopi dengan kualitas baik dan tidak rusak. Biji dipisahkan dari buah dan diproses menjadi green bean dengan cara wet hulling, metode tradisional yang sering digunakan banyak petani di Indonesia. Green bean yang sudah jadi kemudian disangrai dengan menggunakan alat tradisional, hanya menggunakan wajan tanah liat dan tungku sederhana. Biji yang sudah disangrai pun siap untuk digiling dan diproses menjadi secangkir kopi yang siap untuk dinikmati.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah puas menikmati kopi, kita bisa berkeliling kebun kopi Pak Rohmat sambil menikmati pemandangan yang indah. Selain itu, kita juga bisa berkunjung ke sebuah air terjun yang ada di dasar lembah dan merasakan segarnya air pedesaan. Bagi yang ingin tahu lebih banyak soal kopi, Pak Rohmat bersedia untuk mengantarkan pengunjung yang datang dan bercerita tentang pemrosesan kopi di kebunnya. Pengunjung pun bisa ikut serta dalam proses tersebut, mulai dari penanaman pohon, pemetikan dan pemrosesan biji, sampai menyeduh kopi sendiri. Sayangnya, hujan yang tidak kunjung berhenti membuat kami tidak bisa berkeliling seluruh kawasan Kebun Kopi Menoreh di sekitar rumah Pak Rohmat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain kopi yang sudah jadi, Kedai Kopi Pak Rohmat juga menyediakan makanan berat dengan menu ndeso khas masyarakat Menoreh, seperti rica-rica menthok, ayam kukus, dan lain-lain. Ada juga beberapa bungkus kopi bubuk dan roasted bean yang bisa kita bawa pulang. Sayangnya, kopi yang sudah dibungkus ini tidak selalu tersedia setiap saat karena Pak Rohmat membatasi stok kopi yang sudah disangrai. Hal ini dilakukan guna menjaga kesegaran dan kualitas kopi yang beliau proses, sehingga pelanggan pun tidak kecewa ketika mencicipinya di rumah.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<i>"Kalau mau beli dalam jumlah banyak lebih baik pesan dulu, minimal satu hari. Apalagi kalau mau beli arabika, stoknya terbatas,"</i> ujar Pak Rohmat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Obrolan kami sore hari itu berlangsung begitu seru hingga langit menggelap. Tanpa terasa, jarum jam pun sudah menunjuk ke angka delapan, sehingga kami memutuskan untuk pamit dan kembali ke kota Jogja. Kami pun kembali menapaki jalanan curam yang menuruni Perbukitan Menoreh, sambil membawa pengetahuan baru tentang dunia kopi di Indonesia beserta sebungkus kopi bubuk yang siap untuk dinikmati di rumah.<br />
<br />
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/kedai-kopi-menoreh/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-85325155415329785322017-02-18T09:24:00.001-08:002017-02-18T14:20:22.333-08:00SATE PETIR PAK NANO<b>Rasa Pedas yang Bikin Ketar-ketir</b><br />
<div>
<div>
Manisnya kecap berpadu pedasnya cabai rawit cincang dalam jumlah banyak adalah cita rasa khas Sate Petir. Ketika sebagian orang parno melihat banyaknya cabai, para penggila kuliner pedas malah ketagihan dengan sensasi rasanya yang membakar lidah.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_1_w48sYfQ5vjBuBKloWt5zlVGTFRiedLzRy9sO2b_AHp8kUICwFq-xYYLsGwIbEwllvEBlDCDayOEd1MUGbIWEHBKnO_Ff-UBc6NvA4EI9-9VUuH-1-VjIW_c37IMoAE7a1v_oYN7AIG/s1600/SATE+PETIR+PAK+NANO.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_1_w48sYfQ5vjBuBKloWt5zlVGTFRiedLzRy9sO2b_AHp8kUICwFq-xYYLsGwIbEwllvEBlDCDayOEd1MUGbIWEHBKnO_Ff-UBc6NvA4EI9-9VUuH-1-VjIW_c37IMoAE7a1v_oYN7AIG/s640/SATE+PETIR+PAK+NANO.png" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div>
Buka setiap hari = 12.00 - Habis</div>
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jl. Ring Road Selatan 90, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia.</span></div>
</div>
<div>
<br />
Warung Sate Petir Pak Nano, begitulah tempat makan ini dikenal oleh para pecinta kuliner. Kata "Petir" digunakan karena sajian sate yang disediakan di warung ini memiliki cita rasa pedas sebagai ciri khasnya. Pembeli pun bisa memilih level pedas yang diinginkan. Uniknya, jenjang pendidikan seperti TK hingga profesor digunakan untuk membedakan seberapa pedas sajian sate yang bisa dipesan di warung ini.<br />
<br />
Sambil menunggu pesanan, kami pun melihat pembuatan sate dan tongseng petir secara live di open kitchen sederhana ala Pak Nano. Ternyata setiap pesanan dimasak satu-per-satu di atas tungku anglo, sehingga kita harus mengantri beberapa menit hingga masakan kita selesai diracik. Dengan cekatan, Pak Nano meracik bumbu-bumbu seperti lada, berbagai jenis rempah, garam, tomat, dan lain-lain. Saya agak bergidik merinding begitu melihat Pak Nano mengambil satu genggaman penuh cabai rawit alias Jalapeno yang beliau potong tipis-tipis. Seluruh cabai ini dimasukan begitu saja ke dalam kuah tongseng yang sedang dimasak, lalu diaduk hingga tercampur rata. Duh, nggak terbayang deh rasa pedasnya!<br />
<br />
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya makanan yang kami tunggu pun datang. Baik sate dan tongseng sama-sama terlihat kental, penuh dengan raturan biji dan irisan cabai yang menyamarkan potongan daging kambing di bawahnya. Aroma pedas ala merica tercium kuat dari kuah tongseng yang mengepul, cukup untuk membuat mata kami berair. Begitu dicoba, rasa manis dari kuah tongseng terasa lebih kuat, dengan sedikit rasa pedas yang tidak terlalu menyengat. Namun hal ini hanya terjadi selama beberapa detik, disusul dengan sambaran rasa pedas yang membuat lidah kepanasan. Dalam waktu singkat rasa pedas ini meningkat berkali-kali lipat, membuat wajah kami berkeringat dan telinga berdengung kepanasan. Satu gelas es teh yang kami pesan pun langsung habis untuk mengobati rasa pedas ini.<br />
<br />
Rasa pedas yang sama juga terasa saat kami mencicipi sate kambing Pak Nano. Rasanya memang tidak terlalu nyelekit seperti tongseng, namun potongan cabai rawit yang menggunung tetap membuat kita merinding. Rasa manis dan gurih dari daging tetap terasa di lidah, bercampur dengan rasa pedas yang membuat mulut kepanasan. Namun bukannya membuat kita berhenti makan, rasa pedas ini justru membuat kita ketagihan.<br />
<br />
Sambil menyesap es teh dan berusaha menetralkan rasa pedas yang masih terasa di lidah, saya pun mengobrol dengan Pak Nano dan istrinya yang masih sibuk memasak di dapur depan. Sambil mengipas bara api di dalam anglo, Pak Nano bercerita tentang sejarah warungnya yang buka sejak tahun 1980. Menurut beliau, bisnis sate ini merupakan warisan dari kakeknya yang ia teruskan hingga saat ini.<br />
<br />
<i>"Dulunya saya jualan di Jl Letjen S. Parman, kemudian baru 11 tahun yang lalu pindah ke sini,"</i> ujarnya.<br />
<br />
Begitu ditanya soal rasa masakannya yang pedas, Pak Nano mengaku mendapatkan ide dari pelanggannya. Ada banyak pelanggan yang meminta sate dan tongseng super pedas, sehingga lama kelamaan Sate Pak Nano identik dengan rasa pedas. Julukan "Petir" sendiri juga berasal dari pelanggan setia Pak Nano, berasal dari rasa pedas masakannya yang menyambar bagaikan petir. Jangan khawatir, rasa pedas ini bisa disesuaikan dengan kapasitas lidah kok! Pak Nano pun sering menggunakan istilah jenjang pendidikan untuk mendeskripsikan tingkatan pedas masakannya. Masakan tidak pedas sering disebut sebagai "level PAUD" atau "level TK", sementara yang paling pedas bisa disebut "level sarjana", "level doktoral", atau bahkan "level profesor". Uniknya, tidak ada standar khusus untuk setiap level ini, karena disesuaikan dengan perkiraan Pak Nano sendiri.<br />
<br />
<i>"Pokoknya kalau level profesor, saya kasih potongan cabai sampai pisaunya tumpul,"</i> canda Pak Nano sambil tertawa lebar. <i>"Tapi kalau nggak pedas bakar sendiri saja mas, hahaha..."</i> lanjutnya sambil melirik salah satu pelanggan yang memesan Tongseng tanpa cabai.<br />
<br />
Rasa pedas Pak Nano ini ternyata mengundang rasa penasaran berbagai kalangan masyarakat. Warung sederhana ini pun sering dikunjungi oleh orang-orang tekenal seperti Bondan Winarno, Mira Lesmana, Butet Kartaredjasa, dan lain-lain. Lucunya Pak Nano sering tidak mengenal pelanggan-pelanggan "istimewa" tersebut dan menganggapnya sebagai pelanggan biasa. Baru setelah melihat pelanggan lain ingin berfoto dengan para artis, Pak Nano tersadar kalau warungnya dikunjungi oleh orang terkenal.<br />
<br />
Ketika ditanya soal harga cabai yang sering naik turun, Pak Nano mengaku tidak khawatir. Menurutnya, itu sudah menjadi resiko Pak Nano sebagai pedagang masakan pedas. Bagi beliau tidak masalah jika harga naik melambung tinggi, yang penting pelanggannya masih bisa merasakan sensasi pedas sate dan tongseng masakannya.<br />
<br />
<i>"Yang penting makannya wajar-wajar saja mas, sesuai dengan kemampuan lidah masing-masing. Dulu ada pelanggan saya yang pesan tongseng super pedas sampai saya lupa berapa cabainya. Besoknya masuk rumah sakit,"</i> komentar Bu Marmi, istri Pak Nano yang membantunya berjualan.<br />
<br />
Komentar Bu Marmi memang tidak mengada-ada. Senyawa capsaicin yang terkandung di dalam jaringan buah cabai memang bisa membuat kita sakit perut, diare, hingga iritasi usus. Namun jangan salah, rasa pedas cabai ternyata juga memiliki berbagai efek positif seperti menaikan kadar testoteron pria, menurunkan resiko kanker, meringankan rasa sakit kepala, membantu mengurangi sakit pada penderita arthtitis, dan lain-lain. Jadi, jangan takut makan pedas!<br />
<br />
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/sate-petir/</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-48396191086250922712017-02-18T09:05:00.003-08:002017-02-18T14:20:28.299-08:00NASI CAMPUR GEJAYAN<b>Pemadam Kelaparan Saat Malam dekat Pasar Demangan</b><br />
Meskipun baru buka di atas jam sembilan malam, kuliner di salah satu sudut Jalan Gejayan ini tak pernah sepi pembeli. Nikmatnya seporsi nasi campur yang masih mengepul ditambah sambal teri siap meredakan lapar di malam hari.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkSE4v-80bjQaolSyaxAr8CsmlgMUA9ot1r84TrJFK9C1SpAh9kQPkUelTt0JDqg1AzWvEtyKFWh6XY3iKBuhvEOgymm4MPMToMjuPgjJR4LrcP66S4Q0LiKhao1QWUqbiL9gJxrarB3J-/s1600/NASI+CAMPUR+GEJAYAN.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="425" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkSE4v-80bjQaolSyaxAr8CsmlgMUA9ot1r84TrJFK9C1SpAh9kQPkUelTt0JDqg1AzWvEtyKFWh6XY3iKBuhvEOgymm4MPMToMjuPgjJR4LrcP66S4Q0LiKhao1QWUqbiL9gJxrarB3J-/s640/NASI+CAMPUR+GEJAYAN.jpg" style="cursor: move;" width="640" /></a>Buka setiap hari = 21.00 - Habis<br />
<div>
<div>
Lokasi:</div>
<div>
<span style="color: red;">Jalan Affandi (depan Apotek Ardi Farma), Gejayan, Yogyakarta, Indonesia.</span></div>
</div>
<div>
<span style="color: red;"><br /></span></div>
<div>
<div>
Hampir dini hari dan puluhan kendaraan masih berjejer memenuhi salah satu sisi Jalan Gejayan, tepatnya di depan Apotek Ardi Farma. Sedangkan pemiliknya, sebagian terlihat sibuk berkerumun menunggu antrian hingga pesanannya dilayani. Beberapa lainnya telah memenuhi kursi dan meja plastik serta lesehan bertikar yang disediakan. Meskipun udara Jogja malam itu sedang dingin usai diguyur hujan, tampaknya tak menyurutkan niat para pengunjung yang ingin meredakan lapar atau sekadar mencicipi kuliner di sebuah warung tenda yang cukup terkenal di kalangan mahasiswa ini.</div>
<div>
</div>
<div>
Di Jogja, Nasi kucing lengkap dengan sambal teri menjadi menu khas yang bisa dengan mudah kita temukan di angkringan-angkringan. Tapi di warung tenda yang tak jauh dari pasar Demangan ini, kita tak akan menemukan nasi dengan sambal teri yang disajikan dalam bungkusan-bungkusan seukuran kepalan tangan, melainkan dalam piring-piring plastik bersama beberapa sayur dan beragam lauk-pauk layaknya nasi ramesan. Beragam gelar pun diberikan pada warung tenda tak bernama ini, seperti Nasi Campur Gejayan, Nasi Campur Demangan, Nasi Campur Sambal Teri, Nasi Campur Pak Wal, Nasi Campur Pak Yo, Nasi Campur Mbah Dul dan masih banyak sebutan lainnya. Bahkan fanbase kuliner yang rata-rata adalah kalangan mahasiswa ini ada yang menyebutnya "Mc. Dul".</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebagai bukti betapa melegendanya Warung Nasi Campur Gejayan, beberapa fans-nya rela mengantri beberapa jam sebelum warung ini buka. Bahkan pelanggan lama yang sudah sangat "mengenal" warung tenda ini, terkadang merasa tak sabar harus menunggu hingga larut malam. Mereka pun nekat mendatangi rumah si empunya warung yang masuk ke dalam gang, tak jauh dari lokasi warung tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Selain kering tempe dan sambal teri, beragam sayur lodeh memang menjadi salah satu ciri khas nasi campur di warung tenda yang sudah melegenda sejak tahun tujuh puluhan ini. Kita bisa menemukan labu siam, kacang panjang dan nangka muda dalam sayur berkuah santan dan dibumbu pedas. Mungkin karena berbahan dasar sama dengan gudeg berupa nangka muda, beberapa orang salah menyebutnya dengan makanan khas Jogja tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dengan beragam topping dalam seporsi nasi campur bisa dibayangkan berapa banyak nutrisi yang bisa didapat dari labu siam, kacang panjang, nangka muda, tempe, dan ikan teri, serta pilihan lauk-pauk lain. Apalagi sambal teri yang berbahan dasar ikan-ikan laut berukuran kecil dari anggota family Engraulidae ini dikenal sebagai salah satu sumber protein tinggi pengganti telur, daging dan susu. Selain itu, karena ikan-ikan kecil yang juga disebut ikan Bilis ini dimakan bersama dengan tulang ikannya, kita juga bisa mendapatkan manfaat kalsium dan fosfor. Meskipun banyak nutrisi yang bisa didapat saat menikmati Nasi Campur racikan Pak Waluyo, mengkonsumsi kuliner ini terlalu sering pun tak terlalu baik. Karena sayur lodeh yang dimasak dengan santan adalah salah satu pemicu kolesterol. Jadi kalau ketagihan dengan masakan Pak Waluyo, paling tidak jangan tiap malam mampir ke warung tendanya ya!<br />
<br />
Sumber: https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-culinary/nasi-campur-gejayan/</div>
</div>
agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-36998099638840477072017-02-18T08:19:00.003-08:002017-02-18T13:08:45.070-08:0014 Tapak Tilas di Yogyakarta<b>Telusuri Kembali Jejak Langkah dari Masa Lalu</b><br />
<br />
<b>Berikut ini 14 Tapak Tilas, jejak langkah dari masa lalu di Yogyakarta yang harus kamu ketahui:</b><br />
<br />
<b>1. KOTAGEDE</b><br />
Saksi Bisu Berdirinya Kerajaan Mataram Islam (Abad ke-16)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaVi6GuWmlVnrhClFGvjrcgHjFkVnYpj5Bf_0gWSVtttzyO0jv3_4jodEDQJAMUXU0N1g46xkb6zk6ib4lhSyTkl6OS-bRDom1Z5oEsoY8PqTZaIGksRvPomuoeERhs1V-ZrNQp7pD36ug/s1600/KOTAGEDE.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaVi6GuWmlVnrhClFGvjrcgHjFkVnYpj5Bf_0gWSVtttzyO0jv3_4jodEDQJAMUXU0N1g46xkb6zk6ib4lhSyTkl6OS-bRDom1Z5oEsoY8PqTZaIGksRvPomuoeERhs1V-ZrNQp7pD36ug/s400/KOTAGEDE.jpg" width="298" /></a></div>
Kotagede merupakan saksi bisu dari tumbuhnya Kerajaan Mataram Islam yang pernah menguasai hampir seluruh Pulau Jawa. Makam para pendiri Kerajaan Mataram Islam, reruntuhan tembok benteng, dan peninggalan lain bisa kita temukan di Kotagede.<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Kotagede, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
<b>2. GUA JEPANG PARANGTRITIS</b><br />
Mengintai Pantai dari Bunker Perang Dunia II<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9hZSJvp2K_5YvnFBtzG-dqNGMV6MNpCrw2yRAdfyVANCzb0xJanvo_xWykk4ps25fcscMqHXwFaXci2PjYxhx3_avXSjNL4nt7qRu4p2fwb0wPlZt-cyCmX2ECLP2zkZX6qHzT3B88KJT/s1600/GUA+JEPANG+PARANGTRITIS.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9hZSJvp2K_5YvnFBtzG-dqNGMV6MNpCrw2yRAdfyVANCzb0xJanvo_xWykk4ps25fcscMqHXwFaXci2PjYxhx3_avXSjNL4nt7qRu4p2fwb0wPlZt-cyCmX2ECLP2zkZX6qHzT3B88KJT/s400/GUA+JEPANG+PARANGTRITIS.jpg" width="400" /></a></div>
Mengintai keindahan Pantai Parangtritis dan Pantai Depok dari ketinggian atau merasakan suasana militer dari Perang Dunia II? Di Gua Jepang Parangtritis, kita bisa melakukan keduanya.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 24 Jam<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Bukit Pundong, Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Bantul, Yogyakarta</span><br />
<br />
<b>3. MONUMEN JOGJA KEMBALI (MONJALI)</b><br />
Jejak Peristiwa Enam Jam di Yogyakarta<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhykxq2ZMjKPETQi0HtIfDK7ObAomxzHSOEWiRvt4vXoZCemhD2E6WIm6FdUUBNrUKToDpw7BOQFYa35hnk1caJ5RfQlsJqpjxCT2INhIrkQYYMhG4anjzZKaFRn3mwBoGYqKGy4UyBjmOS/s1600/MONUMEN+JOGJA+KEMBALI+%2528MONJALI%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhykxq2ZMjKPETQi0HtIfDK7ObAomxzHSOEWiRvt4vXoZCemhD2E6WIm6FdUUBNrUKToDpw7BOQFYa35hnk1caJ5RfQlsJqpjxCT2INhIrkQYYMhG4anjzZKaFRn3mwBoGYqKGy4UyBjmOS/s400/MONUMEN+JOGJA+KEMBALI+%2528MONJALI%2529.jpg" width="400" /></a></div>
Dalam enam jam pasukan Belanda kocar-kacir. Sebuah serangan yang menjadi awal kembalinya kedaulatan Republik Indonesia.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 10.000<br />
Buka Selasa - Minggu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 16.00 WIB<br />
Tutup<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Senin (kecuali libur sekolah tetap buka)<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Lingkar Utara, Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
<b>4. SENDANG SONO</b><br />
Lourdes-nya Indonesia<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY9041nNGjm0balluJd8uhBhIVVn5O7oIvz7gsB4IcrmHhznQxi_nIgGDUHl_EbJq98JSVdmZhcPej6MLv0-dNiy0UjQqHOWwvL0pCyDkmVoSEu_C8WMgMrQ2IJ94RdEVeDbLUGGNhShSF/s1600/SENDANG+SONO.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY9041nNGjm0balluJd8uhBhIVVn5O7oIvz7gsB4IcrmHhznQxi_nIgGDUHl_EbJq98JSVdmZhcPej6MLv0-dNiy0UjQqHOWwvL0pCyDkmVoSEu_C8WMgMrQ2IJ94RdEVeDbLUGGNhShSF/s400/SENDANG+SONO.jpg" width="400" /></a></div>
Sendang Sono adalah tempat yang sarat cerita, keindahan dan ketenangan. Anda bisa mengunjungi makam Sarikromo, menikmati arsitekturnya yang meraih Aga Khan Awards dan berkirim surat pada Tuhan di depan Gua Maria.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 24 Jam<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Desa Banjaroya, Kalibawang, Kulonprogo, Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
<b>5. GEREJA GANJURAN</b><br />
Bertemu Yesus dalam Wajah Jawa<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaNg20QvcU6CrolAK1Wwej3qwl3Z6lJU1tiNyTW6n1tP4VdEemCIqCN4tgSqkXwMAQH_pQP1dlgbzhqmA3BoVAV8aSHkitm2glEAdv5iQeuB2HBdITCo5MIBU7e1KLbuc0yMzMRzhJByWV/s1600/GEREJA+GANJURAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaNg20QvcU6CrolAK1Wwej3qwl3Z6lJU1tiNyTW6n1tP4VdEemCIqCN4tgSqkXwMAQH_pQP1dlgbzhqmA3BoVAV8aSHkitm2glEAdv5iQeuB2HBdITCo5MIBU7e1KLbuc0yMzMRzhJByWV/s400/GEREJA+GANJURAN.jpg" width="400" /></a></div>
Gereja Ganjuran yang berdiri tahun 1927 bukanlah sekedar tempat tepat untuk merenung, tapi juga tempat yang menawarkan kesempatan bertemu Yesus yang global dalam wajah lokal, yang mengenakan surjan dan mendengarkan gamelan.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 24 Jam<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
<b>6. PABRIK GULA MADUKISMO</b><br />
Pabrik Gula Madukismo dan Besi Jembatan Sungai Kwai di Thailand<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi72URo5eyBSZp2Ti37brzQ9NkAyIa9owNDvr6j58Hb2_QyltvlrrIDtpF2mLNRjb4Adf9NetU4GFSTatjK522tD8sHRr-qXz4nD4CQgvfA5rBK8meF8BJn8chVulwk7ptI6wZwHa5ABGN/s1600/PABRIK+GULA+MADUKISMO.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi72URo5eyBSZp2Ti37brzQ9NkAyIa9owNDvr6j58Hb2_QyltvlrrIDtpF2mLNRjb4Adf9NetU4GFSTatjK522tD8sHRr-qXz4nD4CQgvfA5rBK8meF8BJn8chVulwk7ptI6wZwHa5ABGN/s400/PABRIK+GULA+MADUKISMO.jpg" width="400" /></a></div>
Perasaan takjub akan menghinggapi anda ketika mengunjungi pabrik yang berdiri tahun 1955 ini. Madukismo tak hanya legendaris karena usia tuanya, tapi juga karena besi bekasnya digunakan untuk membangun Jembatan Kwai yang legendaris.<br />
<br />
Tiket Argo Wisata<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 7.000 (minimal 40 orang)<br />
Buka Senin - Kamis<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 15.00 WIB<br />
Buka Jumat & Sabtu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 12.00 WIB<br />
Tutup<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Minggu<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Desa Padokan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55181, Indonesia</span><br />
<br />
<b>7. MASJID KOTAGEDE</b><br />
Masjid Tertua di Yogyakarta<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEhOV-ts8sreAI8bmdlzGSq5pOy4_WqSrKAS4T8ozEqX3JZT7jvJj2m8iGZdpEH7-DkU_lBFOTl6pHuqBdCIyYTAMW2229TEHgyosYaOd7iCRZ6n8Uet-qcguY3d2dIKQmWy8-7a01oD0-/s1600/MASJID+KOTAGEDE.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEhOV-ts8sreAI8bmdlzGSq5pOy4_WqSrKAS4T8ozEqX3JZT7jvJj2m8iGZdpEH7-DkU_lBFOTl6pHuqBdCIyYTAMW2229TEHgyosYaOd7iCRZ6n8Uet-qcguY3d2dIKQmWy8-7a01oD0-/s400/MASJID+KOTAGEDE.jpg" width="400" /></a></div>
Masjid Kotagede yang usianya lebih tua dibanding Masjid Agung Kauman memiliki perangkat unik berupa mimbar khotbah dengan ukiran indah, bedug yang usianya sudah ratusan tahun, serta tembok berperekat air aren.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
Buka setiap hari<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Watu Gilang, Kotagede, Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
<b>8. GUA MARIA TRITIS</b><br />
Oase Batin di Bukit Gersang<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi06luqP3GKi8GA33gtFnqYL1lTzkc1l8IB2uWmqHibgfgCjNss-E2tZnk6JB_DtebkC1gZOC9YkwHSyjVDZp84jdaGA3bw6YtSY_ukIkRKxhPfuRQEr2Xe-GWGoOOxmqwiMpDx2I4YCPGz/s1600/GUA+MARIA+TRITIS.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="173" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi06luqP3GKi8GA33gtFnqYL1lTzkc1l8IB2uWmqHibgfgCjNss-E2tZnk6JB_DtebkC1gZOC9YkwHSyjVDZp84jdaGA3bw6YtSY_ukIkRKxhPfuRQEr2Xe-GWGoOOxmqwiMpDx2I4YCPGz/s400/GUA+MARIA+TRITIS.jpg" width="400" /></a></div>
Terletak di tengah ladang jati perbukitan kapur Gunungkidul, Gua Maria Tritis menjadi oase batin bagi para peziarah yang haus akan kedamaian dan ketenangan jiwa. Tempat yang sarat cerita ini juga menyimpan keindahan gua yang mempesona.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 24 Jam<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Paliyan, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia</span><br />
<br />
<b>9. SASANA WIRATAMA</b><br />
Mengenang Perjuangan Pangeran Diponegoro<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgaOkzI2jl7yvBqTuAsDzIsqUlItsYAVQhuY-5kprCeLEHkYX58E6caP9zU7QeuwsOxN505jPVafvAjZbHPum1vJwkA50usHC8oz1woPI0Kk2y-sGrwmGNOnWXR_hHvVtIUD-bHyrwtKgs/s1600/SASANA+WIRATAMA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="255" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgaOkzI2jl7yvBqTuAsDzIsqUlItsYAVQhuY-5kprCeLEHkYX58E6caP9zU7QeuwsOxN505jPVafvAjZbHPum1vJwkA50usHC8oz1woPI0Kk2y-sGrwmGNOnWXR_hHvVtIUD-bHyrwtKgs/s400/SASANA+WIRATAMA.jpg" width="400" /></a></div>
Berdarah Ningrat, keturunan langsung Raja Yogyakarta, tetapi lebih memilih hidup bersahaja bersama rakyat jelata. Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pejuang yang ditakuti penjajah Belanda.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Sukarela<br />
Buka Senin - Sabtu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 13.00 WIB<br />
Tutup<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Minggu<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl HOS Cokroaminoto TR III/430, Yogyakarta 55244, Indonesia</span><br />
<br />
<b>10. MUSEUM SASMITALOKA</b><br />
Mengunjungi Kediaman Sang Guru<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuaN4fOkXVJ5aEQ3C6kO8mWcVaHo7-jew9Yq0dwxb3-XIAQsX-g2svtajO-_WiwFCol0JBay9sIpInvz3VlX6PwIiNAp8OtK4Q3LGevdm0F9wvBRlJQ2C-43DTEXQ8JaqyWu-SHBqlShr5/s1600/MUSEUM+SASMITALOKA.jpg" imageanchor="1"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuaN4fOkXVJ5aEQ3C6kO8mWcVaHo7-jew9Yq0dwxb3-XIAQsX-g2svtajO-_WiwFCol0JBay9sIpInvz3VlX6PwIiNAp8OtK4Q3LGevdm0F9wvBRlJQ2C-43DTEXQ8JaqyWu-SHBqlShr5/s320/MUSEUM+SASMITALOKA.jpg" width="400" /></a></div>
Berjiwa kebapakan, teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa. Dialah Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik Indonesia.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Sukarela<br />
Buka Senin - Jumat<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 14.00 WIB<br />
Tutup<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Sabtu, Minggu dan hari libur nasional<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Bintaran Wetan 3, Yogyakarta 55111, Indonesia</span><br />
<br />
<b>11. KAMPUNG KAUMAN</b><br />
Pesona Perjuangan Islam<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaaelB2cSB3flbw5K3XSGhUJV5CwS3aE5bYoPdXAERJOVsRW3h9uOW3x5XSJmbjzuSSzKcR6UTO8SyCe50I0FBIELlVZx4SLn4XxuekvNlAXeTfXkafvsSbkebvur9pncS7xnNnr9ReYfE/s1600/KAMPUNG+KAUMAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaaelB2cSB3flbw5K3XSGhUJV5CwS3aE5bYoPdXAERJOVsRW3h9uOW3x5XSJmbjzuSSzKcR6UTO8SyCe50I0FBIELlVZx4SLn4XxuekvNlAXeTfXkafvsSbkebvur9pncS7xnNnr9ReYfE/s400/KAMPUNG+KAUMAN.jpg" width="400" /></a></div>
Kampung Kauman yang kecil ternyata menyimpan pesona yang besar. Mulai dari perpustakaan Mabulir yang merakyat hingga Masjid Agung seluas 13.000 m2. Pesonanya telah melahirkan sejumlah tokoh Islam terpandang di Indonesia.<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Wijirejo, Pandak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta</span><br />
<br />
<b>12. KAMPUNG PECINAN</b><br />
Kawasan Dagang Bersejarah di Yogyakarta<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_iAywq_tPCbOaNKye_LmwsFrWk4FmeIeAVjy-1FTmRMYyLK0u3P3i6aP-OuUJ8QH8pe3bqoWOxXuioygmeOEheg9SUvx6CrTYcDvBpZ2T5gL9sCV4ohRd5YO3QtuHLStG_LToh5U_nq1F/s1600/PECINAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_iAywq_tPCbOaNKye_LmwsFrWk4FmeIeAVjy-1FTmRMYyLK0u3P3i6aP-OuUJ8QH8pe3bqoWOxXuioygmeOEheg9SUvx6CrTYcDvBpZ2T5gL9sCV4ohRd5YO3QtuHLStG_LToh5U_nq1F/s400/PECINAN.jpg" width="400" /></a></div>
Kampung Pecinan Yogyakarta adalah salah satu kampung cina bersejarah di Indonesia. Kampung ini adalah tempat dimulainya kesuksesan pedagang Cina di Yogyakarta, menyimpan toko dan kios jasa yang berusia puluhan tahun.<br />
<br />
<b>13. KOTABARU</b><br />
Jelajah ke Kota Taman Tua<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiGNxmpS8uuVYDv6CySTiOFbI5vmNwNiNwRc00oQTP2UhMzR4tDaSARuy4EK3E82U0tbAHxTLkbQDCieuCdqi19Bw5nEjVr3MXiReiqCSa-nJslEI7zt8IqELvlqtMO3t1S1X8rhOKi93Y/s1600/KOTABARU.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiGNxmpS8uuVYDv6CySTiOFbI5vmNwNiNwRc00oQTP2UhMzR4tDaSARuy4EK3E82U0tbAHxTLkbQDCieuCdqi19Bw5nEjVr3MXiReiqCSa-nJslEI7zt8IqELvlqtMO3t1S1X8rhOKi93Y/s400/KOTABARU.jpg" width="400" /></a></div>
Kawasan Indische yang layak disebut sebagai salah satu wilayah paling maju di jamannya. Dibangun dengan konsep kota taman yang berpola radial, Kotabaru menjadi sebuah kawasan yang sejajar dengan Menteng, sebuah kawasan Indische di Jakarta.<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Kotabaru, Gondokusuman, Daerah Istimewa Yogyakarta</span><br />
<br />
<b>13. KOTABARU</b><br />
Jelajah ke Kota Taman Tua<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5OhsHP6Q9BMLhmPj5NFmOZ3t8qH1BrfQD8CcSHQWr1E7FBbNWjRDzka6YbR15-LxOlRYVpIv-P4ZNExThume6cyLei8iTaER_NxUpgSaCIrAO6lBrDlrIGVW24NndjLqsULrqBCwTUKkL/s1600/BINTARAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="205" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5OhsHP6Q9BMLhmPj5NFmOZ3t8qH1BrfQD8CcSHQWr1E7FBbNWjRDzka6YbR15-LxOlRYVpIv-P4ZNExThume6cyLei8iTaER_NxUpgSaCIrAO6lBrDlrIGVW24NndjLqsULrqBCwTUKkL/s400/BINTARAN.jpg" width="400" /></a></div>
Bintaran berkembang seiring laju jaman. Bermula dari wilayah kediaman Pangeran Haryo Bintoro pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono, kawasan ini berkembang menjadi area pemukiman Indische pada tahun 1930an.<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Bintaran Kulon, Wirogunan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta</span>agnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6570188480878106263.post-66943018266083630422017-02-17T14:02:00.003-08:002017-02-18T13:08:33.574-08:008 Wisata Seni & Budaya di Yogyakarta<b>Lihat Warisan Budaya dan Karya Seni Para Maestro di Yogyakarta</b><br />
Selain dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa, Yogyakarta juga dijuluki kawah candradimuka para seniman.<br />
<br />
<b>Berikut ini 8 Wisata Seni & Budaya di Yogyakarta yang harus kamu ketahui:</b><br />
<br />
<b>1. SENDRATARI SUGRIWA SUBALI</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAm7xMrlW7HyxWoqt9ULcWr1qvTQo0jhS77s1pPJIVKedc-n5R3Y8N8qRfkJjvWEeDpA7DvK3zyQopi0zo10fCtIm0j0wfgjZc1bXMxqPmZ_Br-LJBEGjUknBV29Y0FvxIpvT1KzE_UTTx/s1600/SENDRATARI+SUGRIWA+SUBALI.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="276" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAm7xMrlW7HyxWoqt9ULcWr1qvTQo0jhS77s1pPJIVKedc-n5R3Y8N8qRfkJjvWEeDpA7DvK3zyQopi0zo10fCtIm0j0wfgjZc1bXMxqPmZ_Br-LJBEGjUknBV29Y0FvxIpvT1KzE_UTTx/s400/SENDRATARI+SUGRIWA+SUBALI.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Legenda Gua Kiskendo yang Divisualisasi dalam Gemulai Tari<br />
<br />
Tak hanya mendengar kisahnya dari para pemandu atau menyaksikan penggambarannya melalui relief gua, legenda Gua Kiskendo pun divisualisasikan dalam gerak gemulai tarian yang diiringi merdunya suara tabuhan gamelan.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 3.000<br />
Minggu ke-3 setiap bulan<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 10.00 WIB - Selesai<br />
<br />
<b>2. JAZZ MBEN SENEN</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTEMIHKW6Iiiy0HzQrk3HvXDack9jePZ7_a1IHcxvvifiVZg2pr9je-8bFogzQN0zRDgvgiGwQUS9AmGGQPs_ks7AlaVE2LmjHfdPDf06IZwhRdPsK3Ra0kUv3v3IuDq1Mkl_L8nJigDyc/s1600/JAZZ+MBEN+SENEN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="231" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTEMIHKW6Iiiy0HzQrk3HvXDack9jePZ7_a1IHcxvvifiVZg2pr9je-8bFogzQN0zRDgvgiGwQUS9AmGGQPs_ks7AlaVE2LmjHfdPDf06IZwhRdPsK3Ra0kUv3v3IuDq1Mkl_L8nJigDyc/s400/JAZZ+MBEN+SENEN.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Menikmati Jogja Malam Hari di Tengah Alunan Jazz<br />
<br />
Menikmati Senin malam di bawah langit Jogja di tengah-tengah alunan jazz beserta keramahan khas Jogja tentu bisa jadi pilihan yang menarik untuk refreshing-melepas lelah dari kesibukan di awal minggu.<br />
<br />
Tempat<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Bentara Budaya Yogyakarta (BBY)<br />
Waktu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 20.00 WIB - Selesai<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
<br />
<b>3. KRATON</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZMqBEwC1PljdRBILbpGll1eaJSbqKK4Wjntdxg0en-XLNWTetRIIGAEbX3xcuGq72p7Dz5wiZjCWZ4byKMsahPvyLQjUvAAkOZiDodvqrRZkQIq45Oddb2qq4Yyqux5DVnzSpKTDtABRm/s1600/KRATON.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="181" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZMqBEwC1PljdRBILbpGll1eaJSbqKK4Wjntdxg0en-XLNWTetRIIGAEbX3xcuGq72p7Dz5wiZjCWZ4byKMsahPvyLQjUvAAkOZiDodvqrRZkQIq45Oddb2qq4Yyqux5DVnzSpKTDtABRm/s400/KRATON.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Museum Hidup Kebudayaan Jawa dan Tempat Tinggal Raja Jogja<br />
<br />
Keraton Yogyakarta tidak hanya menjadi tempat tinggal raja, namun juga menjadi penjaga nyala kebudayaan Jawa. Di tempat ini Anda dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana budaya tetap dilestarikan di tengah laju perkembangan dunia.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 5.000<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 15.000(WNA)<br />
Buka setiap hari<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 09.00 - 14.00 WIB<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Rotowijayan 1, Yogyakarta 55133, Indonesia</span><br />
<br />
<b>4. RAMAYANA BALLET</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoJVdUFq7yCZCWKWheRESgCDdqZAMoG0SzCs-nV78iYh7wURle9EdcfCZbeB2m241LNHTqo_4ktonOysOuGyjwr5Gc3iHudM59URqnsi1sC8lqE40JRZofbXFxrxS4IPEvyGtm5mtERHC5/s1600/RAMAYANA+BALLET.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoJVdUFq7yCZCWKWheRESgCDdqZAMoG0SzCs-nV78iYh7wURle9EdcfCZbeB2m241LNHTqo_4ktonOysOuGyjwr5Gc3iHudM59URqnsi1sC8lqE40JRZofbXFxrxS4IPEvyGtm5mtERHC5/s400/RAMAYANA+BALLET.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Drama dalam Tarian Khas Jawa<br />
<br />
Visualisasi mengagumkan dari epos legendaris dalam kebudayaan Jawa, Ramayana. Dipentaskan di panggung terbuka, Sendratari Ramayana mengajak anda menikmati cerita dalam rangkaian gerak tari khas Jawa yang diiringi musik gamelan.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 375.000(VIP)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 275.000(Kelas Spesial)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 200.000(Kelas 1)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 125.000(Kelas 2)<br />
Pertunjukan mulai<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 19.30 - 21.30 WIB<br />
<br />
<b>5. MUSEUM AFFANDI</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij6Ht7NAYsebx6bBYgVa7pbRiOhPA63DbCRM8EH2ZwuEzeC71RRIlJNQCQRkxI9TjxfAlm1nvHfk6NV1jWaZUl7ZFP00LAIGZ-RLi2lPJoLzONftccQ7yD_3kYtUbe_hyMDlNBg7oXzCfe/s1600/MUSEUM+AFFANDI.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij6Ht7NAYsebx6bBYgVa7pbRiOhPA63DbCRM8EH2ZwuEzeC71RRIlJNQCQRkxI9TjxfAlm1nvHfk6NV1jWaZUl7ZFP00LAIGZ-RLi2lPJoLzONftccQ7yD_3kYtUbe_hyMDlNBg7oXzCfe/s400/MUSEUM+AFFANDI.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Mengunjungi Istana Sang Maestro<br />
<br />
Museum affandi adalah seluruh bagian dari kehidupan Affandi sebagai maestro seni lukis. Di wilayah tepi sungai Gajah Wong itu, Affandi hidup, berkarya, mentransformasikan ilmunya dan bersemayam di rumah abadinya.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 10.000(Anak-anak)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 20.000(Dewasa)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 50.000(WNA)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 20.000(Kamera)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 10.000(Kamera HP)<br />
Buka Senin - Sabtu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 09.00 - 16.00 WIB<br />
Tutup<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Minggu dan hari libur nasional<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Laksda Adisucipto 167, Yogyakarta 55281, Indonesia</span><br />
<br />
<b>6. PERTUNJUKAN WAYANG KULIT</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZvKawuLc1p_Cz0-rUa_FdTt90JRHIcoSey-RbRxE2WIDDMpyY-oMHN3obTn5JdeVqpjlKCaQyxQuctO-gCevnVug5ZvNaWqpXdhvm0SMlSY-RUmIEEXjmv7Q-fHPNyx-sMqYKrHsBkOe4/s1600/PERTUNJUKAN+WAYANG+KULIT.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZvKawuLc1p_Cz0-rUa_FdTt90JRHIcoSey-RbRxE2WIDDMpyY-oMHN3obTn5JdeVqpjlKCaQyxQuctO-gCevnVug5ZvNaWqpXdhvm0SMlSY-RUmIEEXjmv7Q-fHPNyx-sMqYKrHsBkOe4/s400/PERTUNJUKAN+WAYANG+KULIT.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Mahakarya Seni Pertunjukan Jawa<br />
<br />
Seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari lima abad. Membawa kisah Ramayana dan Mahabharata, pagelaran selama semalam suntuk ini menjadi ruang yang tepat untuk melewatkan malam, berefleksi dan memahami filosofi hidup Jawa.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 20.000<br />
Buka setiap malam<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 20.00 - 22.00 WIB<br />
<br />
<b>7. MUSEUM SONOBUDOYO</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcSflF-jE7nFcLZPUjQLrSxt85Ym_5VO5nw2h-P8NxYv5lPlZoG0Ad1exf7jPCmJ8myr47xDy-Lm1jCv3Jzohz0ZC3ocaCTKxbmwZOYmoj46sRMf891il9r-CfHBAZ4EGyH64O0LA2nDMF/s1600/MUSEUM+SONOBUDOYO.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="197" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcSflF-jE7nFcLZPUjQLrSxt85Ym_5VO5nw2h-P8NxYv5lPlZoG0Ad1exf7jPCmJ8myr47xDy-Lm1jCv3Jzohz0ZC3ocaCTKxbmwZOYmoj46sRMf891il9r-CfHBAZ4EGyH64O0LA2nDMF/s400/MUSEUM+SONOBUDOYO.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Menikmati Koleksi Keris Nusantara<br />
<br />
Sebanyak 1200-an dari penjuru nusantara bisa dinikmati jika berkunjung Museum Sonobudoyo. Mulai dari keris Yogyakarta, Solo, Madura, hingga keris Kalimantan atau Mandau dan keris Sulawesi.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 2.500 (Anak-anak)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 3.000 (Dewasa)<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Rp 5.000 (WNA)<br />
Buka Selasa-Minggu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 08.00 - 15.30 WIB<br />
Tutup<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Senin dan Hari Libur Nasional<br />
<br />
Lokasi:<br />
<span style="color: red;">Jl. Trikora 6, Yogyakarta 55122, Indonesia</span><br />
<br />
<b>8. PERTUNJUKAN GAMELAN</b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVjVLzwHkVuxAZpd44a0lOGyTFtl8apab7_0DtpzPGpfgCPhXODx41dk5WSAP0h1XesBzZg0grzFK5_BcvRgpLdeuoO3pAT6ssMibCdU8vfo8jsIGwuu6A_pa7pu2zqGJYm5s7M55e-qh8/s1600/PERTUNJUKAN+GAMELAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVjVLzwHkVuxAZpd44a0lOGyTFtl8apab7_0DtpzPGpfgCPhXODx41dk5WSAP0h1XesBzZg0grzFK5_BcvRgpLdeuoO3pAT6ssMibCdU8vfo8jsIGwuu6A_pa7pu2zqGJYm5s7M55e-qh8/s400/PERTUNJUKAN+GAMELAN.jpg" width="400" /></a></b></div>
<br />
Orkestra a la Jawa<br />
<br />
Gamelan adalah musik yang tercipta dari paduan bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik yang lembut dan mencerminkan keselarasan hidup orang Jawa akan segera menyapa dan menenangkan jiwa begitu didengar.<br />
<br />
Tiket<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= Gratis<br />
Buka Selasa-Minggu<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>= 10.00 - 12.00 WIBagnes alexandrahttp://www.blogger.com/profile/04938357418665025696noreply@blogger.com0